Serba-serbi

Mengingat Sejarah, Belajar Awal Didirikan Banser di Blitar

585
×

Mengingat Sejarah, Belajar Awal Didirikan Banser di Blitar

Sebarkan artikel ini
Tokoh Ansor maupun Banser Blitar, Mbah Met, Kang Arif dan Kek Jan dalam acara jagongan.

Blitar, HarianForum.com- Slamet Widodo, mengaku masih memiliki simbol awal didirikan Barisan Ansor Serba Guna atau Banser di Blitar.Pengakuan mbah Met panggilan Slamet Widodo tentang simbol Banser yang didirikan di Blitar, disampaikan pada acara silaturahmi dan jagongan sejarah Banser di masa pergolakan politik di Blitar. Bertempat di salah satu kediaman tokoh Nahdlatul Ulama kota Blitar Alm. Rohmad Surya Ngawaji, tepatnya di kelurahan Plosokerep, kecamatan Sananwetan, kota Blitar (28/06).

Hadir selain Slamet Widodo dan Satijan Abdullah merupakan tokoh Ansor maupun Banser sepuh, hadir juga salah satu inisiator Forum Ansor Lawas atau Fosal KH.Drs Arif Fuady, MM, militan Banser Blitar Hayis Khomarul Huda, Mohamad Maki, Mohamad Amir Rifai, M. Anshori, Muhroji, Choirul Anam kontributor berita media online Ngopi Bareng, serta sahabat Ansor maupun Banser yang hadir, dan tidak bisa disebutkan nama seluruhnya.

Dalam penyampaiannya, Slamet Widodo menegaskan kembali dan mengingatkan sejarah perjuangan, bahwa menjadi Banser harus diniati dan dijalani dengan penuh kesadaran serta keikhlasan. Menjaga serta patuh pada para ulama maupun kyai harus benar benar selalu diingat. Mbah Met panggilan Slamet Widodo menuturkan simbol awal berdirinya Banser di Blitar, berupa senapan, cangkul yang melindungi simbol Ansor dan semuanya di bawah sebuah kitab.

“Saya masih memiliki simbol Banser pada awal didirikan. Dan saya masih ingat bahwa ditengah lambang Ansor terdapat senapan dan cangkul, sedangkan diatasnya terdapat gambar kitab Al Qur’an, ini yang perlu kita kaji kembali maknanya,” tutur Slamet Widodo, yang saat ini tinggal di desa Plosoarang, kecamatan Sanankulon, kabupaten Blitar.

Sementara Satijan Abdullah warga Desa Bacem, Sutojayan, Kabupaten Blitar dalam pergolakan politik di Blitar selatan menjelang tahun 1965, merupakan salah satu pelaku sejarah, sangat mumpuni dalam beladiri pencak silat. Kek Jan panggilan akrabnya pada saat itu dirinya tidak hanya dibutuhkan oleh Ansor untuk penguatan fisik dan olah kanoragan, tetapi para kyai juga meminta pendapat serta pertimbangan dalam menghadapi konfrontasi disertai gesekan fisik.

Lambang awal Banser berdiri di Blitar 1964.

Tidak berbeda dengan Slamet Widodo, rekan seperjuangan Satijan Abdullah yang menceriterakan pada saat itu salah satu anggota Ansor Blitar yang hadir dalam pertemuan, Mohamad Fadhil mempunyai inisiatif membuat pasukan khusus Ansor, kemudian Mochamad Zainudin Kayubi menegaskan setuju dengan ide Mohamad Fadil dan disepakati Abdul Rochim Sidiq, Moch Romdhon, Dzanuri Acham, Atim Miyanto, dan Chudlari.

”Banser pertama kali di Blitar ditandai dengan apel di alun alun Blitar. Saya ditugasi untuk menggembleng para anggota Banser baik ilmu bela diri maupun spiritual. Yang saya ingat, para pendiri membentuk Banser hanya karena Allah Lillahi Ta’ala berjuang, selain untuk membela menjaga ulama, para kyai dan warga NU. Banserpun juga melindungi warga semuanya diluar NU yang menjadi terancan adanya aksi kekerasan. Para pendiri banser pada waktu itu, tidak ada yang memiliki niat untuk mengambil keuntungan,” jelasnya.

Sampai sekarang Satijan Abdullah tetap komitmen menjadi warga Nahdatul Ulama, Ansor maupun Banser. Diungkapkan tidak ada perasaan kecewa kepada Ansor maupun Banser sampai saat ini meskipun mengaku jarang dilibatkan dalam kegiatan penting baik Ansor maupun Banser. Karena dari awal yang dilakukannya bersama pendiri Banser hanya diniatkan karena Allah Ta’ala, untuk umat Islam, warga NU, menjaga ulama, menciptakan ketentraman masyarakat dan juga menjaga keutuhan bangsa Indonesia, bukan mencari jabatan apalagi kekayaan.

Kepada HarianForum.com, Satijan Abdullah menyampaikan pesan ”Wong ngalah luhur wekasane, sak bejo bejone wong lali sik bejo wong eling lan waspodo, serta becik ketitik olo ketoro itu harus diingat sebelum memutuskan sebuah tindakan. Harus selalu ingat kepada Allah SWT, tidak melupakan sejarah, jauhkan merasa benar serta merasa unggul diantara lainnya. Itu kunci terhindarnya perbuatan yang keliru. Siapapun jangan pernah mau diadu domba,” pesannya.

Salah satu inisiator Forum Ansor Lawas Blitar atau Fosal, KH.Drs Arif Fuady, MM, dalam jagongan sejarah Banser juga membagi pengalamannya dari cerita yang disampaikan oleh para seniornya. Pernah menjabat ketua GP Ansor kabupaten Blitar, Arif Fuady mengharapkan kepada generasi baik di Ansor maupun Banser dengan sosok Mochamad Zainudin Kayubi, bisa dijadikan rujukan berfikir, motivasi dan keteladanan.

“Pak Kayubi itu orangnya keras dan tegas.Kalau sudah berdiri diatas mimbar, orasinya tidak pernah tanggung tanggung membuat keder lawannya. Namun dibalik sikapny seperti, diluar aktivitas panggung politiknya dalam kesehariannya memiliki rasa welas asih dan dermawan kepada orang lain, sehingga disukai banyak orang. Bahkan ceritanya uang gajinya sebagai pegawai sering diberikan orang orang seperti orang yang berjualan di trotoar dan tukang becak,” cerita KH.Drs Arif Fuady, MM
(Ans).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *