Blitar, HarianForum.com- Dari pagi sampai malam, barisan becak yang tertata rapi di kawasan Wisata Makam Bung Karno nyaris tidak satupun beranjak dari pangkalan antrian penumpang.
Pemandangan di sekitar kawasan yang berada di jantung kota Blitar, biasanya terlihat ramai oleh para pengunjung yang ingin berziarah di makam, semakin hari semakin nampak sepi. Perubahan secara drastis terlihat, dengan tidak adanya lagi suasana hilir mudik para pengunjung, atau riuh redamnya aktivitas para pedagang dan pelaku jasa pada salah satu areal parkir makam.
Sunaryo, salah satu pelaku jasa transportasi tradisional becak, saat ini mengaku merasa kesulitan untuk mendapatkan penumpang, semenjak ditutupnya makam Bung Karno bagi peziarah seiring dengan himbauan dari pemerintah tentang pembatasan interaksi sosialĀ yang sering dikenal dengan kebijakan social distancing, terkait menyebarnya wabah COVID-19. “Mulai sepi sejak ditutupnya tanggal 18 (18/3/20-red). Dengan kondisi seperti ini, dan hanya mengandalkan jasa tranportasi becak saja, ya pasti nggak ada pemasukan. Dampak bagi orang kecil ya sangat berat karena punya anak istri, dibuat untuk sehari hari saja susah,” akunya.
Namun salah satu pengurus paguyuban becak di areal makam proklamator ini, sangat menyadari dan paham atas kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Sunaryo berharap, semoga kondisi dapat segera diatasi dengan baik agar bisa kembali seperti semula “Semoga bisa dibuka kembali seperti biasanya, agar kami bisa mencari nafkah. Karena tidak ada pekerjaan lain kecuali dari becak,” tutur Sunaryo ditemui HarianForum.com di pangkalan becak PPIP kota Blitar (24/3).
Hadirnya COVID-19 telah memaksa pemerintah menghadapi serta melawan wabah yang diawali merebak dari kota Wuhan, Cina dengan membuat keputusan yang problematis. Disatu sisi pemerintah harus melakukan upaya penyelamatan warga masyarakat dari ganasnya virus yang mengancam tidak hanya menyebabkan terganggunya kesehatan namun juga rentan mengantar di ujung kematian, dengan melakukan penerapan pembatasan aktivitas atau kegiatan sosial di ruang publik.
Diberlakukan pembatasan interaksi sosial, menjadikan warga tidak diperbolehkan melakukan hubungan interaksi dalam jumlah banyak baik bentuk kegiatan ibadah, olahraga, event hiburan, serta kegiatan pertemuan lainnya. Keputusan pemerintah diambil sebagai bentuk strategi kesehatan publik dalam upaya pencengahan dan menghambat penyebaran virus yang mampu mengakibatkan kondisi sosial yang lebih mengerikan.
Tetapi dengan diberlakukan kebijakan social distancing, juga berbuntut dengan tergangunya stabilitas kegiatan usaha menengah kecil. Kesadaran warga akan bahaya wabah serta kepatuhan dengan apa yang diberlakukan oleh pemerintah, berdampak pada penurunan bahkan terjunnya pendapatan para pedagang mikro maupun wirausaha skala kecil. Sehingga kondisi tersebut benar benar membuat kegelisahan bagi para pelaku usaha kecil, menengah maupun mikro.
Pemilik usaha warung Angkringan Barokah, Yuli Artadi yang berlokasi di kecamatan Kepanjen kidul tidak bisa berbuat apa apa ketika beberapa aparat dari kepolisian setempat membubarkan para pelangganya yang berkerumun di warungnya. “Pembeli ya pergi setelah ada himbauan dari kepolisian untuk tidak melakukan kerumunan dengan tujuan diharapkan bisa memutus rantai penyebaran Covid-19,” ujarnya.
Yuli Artadi yang akrab dipanggil Thewor ini, mengaku pendapatan usaha dari menjual bermacam minuman dan makanan berkesan lokal sangat menurun drastis sejak adanya wabah virus corona. Selama satu minggu pendapatannya menurun hingga sampai 80 persen. “Kami menyadari memang sekarang kita menghadapi wabah virus corona, dan semoga semua segera terselesaikan dengan baik sehingga kami bisa memulai usaha seperti biasanya,” ujar Yuli Artadi.
“Untuk pemutusan rantai penyebaran covid-19 pemerintah kota sudah melakukan upaya, tetapi belum maksimal. Terutama pemerintah kota belum menyediakan tempat untuk mencuci tangan yang ditempatkan di titik- titik tertentu, serta ruang penyemprotan disinfektan untuk perorangan seperti yang ada di kota Surabaya,” imbuhnya.
Penurunan pendapatan pada usaha menengah kecil tidak hanya dirasakan oleh pelaku usaha di kota Blitar saja, pelaku usaha yang berada di kabupaten Blitar merasakan kondisi yang tidak berbeda. Akibat penyebaran virus tersebut juga dirasakan oleh seorang pelaku usaha yang membuka kuliner di lokasi destinasi wisata Pantai Serit, desa Serang, kecamatan Panggungrejo, kabupaten Blitar.
Menurut pengusaha makanan yang biasanya menyediakan ikan bakar, menjelaskan meskipun pantai Serit bukan tempat wisata yang tertutup, namun pengunjung juga sepi bahkan nyaris tidak ada kunjungan.
Menurutnya sepinya pengunjung sejak adanya himbauan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Mungkin masyarakat mengikuti perkembangan dari media sehingga sadar dengan sendirinya akan bahaya wabah virus corona “Kita mau tidak mau ya harus bertahan sampai kondisinya kembali membaik. Memang mau bagaimana lagi, harus diterima memang kondisinya seperti ini,” pungkas pemilik warung yang berada tepi pantai diujung deretan barat.(Ans)