Blitar, HarianForum.com- Pada musim tanam tahun ini, berbagai jenis hama maupun penyakit tanaman padi mulai berbuat ulah, dan terus melakukan agresi pada tanaman padi. Serangan hama maupun penyakit pada tanaman padi sangat mempengaruhi penurunan hasil panen, dan hal tersebut tidak diharapkan oleh petani. Selain hama penyakit, persoalan kelangkaan pupuk bersubsidi juga menjadi salah satu komponen yang penting tergganggunya produktivitas pertanian.
Seorang petani di kabupaten Ponorogo, dari hasil pengamatan pada panen yang ke 3 di daerahnya, diakui telah mengalami penurunan hasil panen. Selain kelangkaan pupuk bersubsidi menjadi penyebab turunnya hasil panen, adanya penggerek batang yang merusak tanaman padi sejak persemaian sampai panen, juga sebagai biang penurunan produksi tanaman padi. Serangan penggerek batang pada tanaman padi yang masih muda, anakan yang rusak berwarna coklat dan mati, biasa dikenal dengan sundep. Dan apabila kerusakan terjadi pada fase pembentukan malai, maka malai tersebut akan berwarna putih dan disebut dengan beluk.
“Untuk satu petak (100 ru.red) biasanya hasil panen mampu menghasilkan 1,2 ton, namun pada panen saat ini hanya mampu menghasilkan 8 kwintal saja, atau terjadi penurunan sebesar 4 kwintal. Faktor penurunan hasil panen selain sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi, juga diakibatkan serangan hama penggerek batang. Tetapi untuk hasil panen padi sehat masih relatif stabil,” tutur Gatot Rujianto, petani yang tinggal di desa Karang Gebang, kecamatan Jetis, kabupaten Ponorogo, Sabtu (02/01).
Penyakit tidak hanya menyerang pada tanaman padi di kabupaten Ponorogo, namun juga menyerang di kabupaten Bojonegoro, bedanya bukan penggerek batang tetapi serangan pada tanaman padi di kabupaten disebabkan oleh penyakit tanaman Xanthomonas dan Pyricularia.
Kondisi pada tanaman padi diungkapkan oleh Pasiran, seorang petani inovatif yang berdomisili di Bojonegoro. Menurutnya, petani yang tergabung dalam Gerakan Petani Nusantara ini menyampaikan bahwa penyakit Xanthomonas atau penyakit hawar daun bakteri, apabila menyerang pada tanaman muda akan mengakibatkan kematian, dan apabila pada tanaman fase generative yang diserang, akan menyebabkan terganggunya pengisian pada gabah.

Sedangkan penyakit Pyricularia serangan pada fase generatif, mengakibatkan infeksi leher malai yang biasanya dikenal blas leher, yang menyebabkan ujung tangkai malai menjadi busuk, mudah patah dan gabah hampa.
“Tanaman padi di wilayah kabupaten Bojonegoro pada panen di musim kemarau kemarin kurang lebih 60% hasil panennya bagus, 30% gagal panen karena serangan hama tikus, dan 10% juga tidak menghasilkan akibat kekeringan. Untuk kondisi masa tanam sekarang, rata rata padi sedang bunting (fase generative.red). Sedangkan penyakit yang menyerang tanaman padi adalah jenis pirycularia dan xhantomonas. Kalau untuk saat ini karena tingginya curah hujan terjadi keasaman, sehingga banyak tanaman padi yang sekarat,” jelas Pasiran.
Sementara persoalan hasil panen, yang dialami oleh Choirul Umam berbeda. Warga desa Pojok, kecamatan Garum, kabupaten Blitar juga mengalami penurunan namun bukan dampak dari kelangkaan pupuk bersubsidi, penyakit sundep, kebul, xanthomonas maupun pyricularia.
Hasil panennya pada lahan yang berada lingkungannya telah berkurang separuh, karena harus berbagi dengan burung dan tikus. “Ya karena banyak yang menanam jagung, sehingga burung maupun tikus menyerangnya jadi bareng bareg. Biasanya mampu menghasilkan 1 ton, namum karena serangan tikus juga burung akhirnya menghasilkan separuhnya saja. Penggunaan dengan agen hayati, burung dan tikus lebih senang. Tikus mulai menyerang pada tanaman sekitar usia 50 hari sampai panen, sedangkan serangan burung mulai usia 70 hari sampai panen. Seharusnya kalau dipasang pagar plastik biar tikus nggak bisa masuk, dipasang jaring agar burung tidak bisa makan padi, ternyata tidak sama dengan kenyataan,” ujar Umam tertawa.
Dihubungi melalui telepon seluler, ahli pertanian dan ahli proteksi hama serta penyakit tanaman, Institut Pertanian Bogor, Dr. Ir. Suryo Wiyono M.Sc.Agr dengan mengamati permasalahan turunnya produksi yang dihadapi para petani pada saat ini. Master Agricultural Science, menyampaikan bahwa turunnya hasil panen karena permasalahan pupuk yang dirasakan petani saat ini, memang saat ini pada kondisi yang sulit.

Dikutip dari media KOMPAS.com (11 Oktober 2020), ditulis oleh Yohana Artha Uly, bahwa kementerian pertanian menyebutkan pupuk bersubsidi mengalami kelangkaan karena alokasinya memang dikurangi pada tahun 2020 dari jumlah yang tersedia tahun sebelumnya. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementan Sarwo Edhy mengatakan, pada tahun 2019 alokasi pupuk subsidi sebesar 8,8 juta ton. Namun pada tahun 2020 alokasinya dikurangi menjadi 7,9 juta ton.
Dr. Suryo Wiyono, juga memaparkan pendapatnya ada beberapa hal yang terkait dengan makin banyaknya hama penyakit padi secara keseluruhan, mulai wereng, busuk leher, xanthomonas, busuk bulir, penggerek dan lainnya dari tahun ke tahun, penyebabnya tidak dikembalikannya jerami ke sawah lagi.Pengembalian jerami ke sawah salah satu upaya efektif untuk mencegah hama penyakit yang menyerang pada tanaman padi.
“Yang menyebabkan tanaman padi rentan terserang penyakit, tidak dikembalikan lagi jerami ke sawah, sehingga menyebabkan tanah kekurangan unsur mikro dan kalium, dan biologi tanah menjadi rusak. Kemudian penggunaan herbisida yang sangat merata di semua daerah, langsung membuat tanaman menjadi stres sehingga mudah terserang penyakit. Selain itu pupuk K jarang diberikan secara tunggal, namun hanya dalam bentuk Nitrogen Phospor dan Kalium saja,” jelasnya.
Menurunnya daya tahan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit, dari hasil survey IPB pada petani di Karawang, Subang pada tahun 1991. Dr. Ir. Suryo Wiyono M.Sc. Agr menceritakan tentang penggunaan insektisida dan fungisida yang semakin tinggi. Pada saat itu penyemprotan dilakukan hanya 3X per musim saja, namun pada tahun 2020 berubah menjadi 11-14 per musim.
” Yang bisa dilakukan oleh petani agar tanamannya tidak rentan terhadap serangan hama penyakit yaitu dengan mengembalikan jerami dan ditambah sedikit pupuk kandang, kemudian pemupukan dengan menggunakan pupuk sintetik NPK, sesuai dengan kondisi lokal, dan tidak melakukan penanaman padi secara terus menerus pada lokasi yang sama. Perlunya bioimunisasi dengan PGPR yang sudah teruji, serta menghindari penggunaan segala macam herbisida, insektisida, fungisida. Tapi ini bukan untuk pertanian organik , tetapi hanya rasional saja,” pungkas Doktor Pathology and Plant Protection, George August Gottingen Universty Jerman, mengakhiri penyampaiannya kepada Harian Forum.com.(Ans).