Blitar, HarianForumcom- Obrolan saya dalam diskusi kecil dengan pak Yai Arif Fuadi atau Drs KH.Arif Fuadi MM, MH tentang ke NU an, untuk kesekian kalinya tidak terasa harus diakhiri karena waktu sudah bergeser mendekati subuh.Ketertarikan saya tentang Nahdlatul Ulama yang telah memasuki pintu gerbang abad kedua, dijlentrehkan Yai Arif Fuadi bukan dengan mengkisahkan kembali masa lalu, namun salah satu alumni Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijogo dan Pondok Pesantren Al Munawir Krapyak Yogyakarta melontarkan pemikirannya langkah kedepan bagi warga nahdliyin untuk membawa perubahan peradaban dunia sesuai cita cita penggagas maupun pendiri Nahdlatul Ulama.
Selain mengajar di Universitas Nahdlatul Ulama Blitar, Yai Arif Fuadi setiap harinya sebagai pengajar di madrasah diniyah Tarbiyatul Muballighin serta kepala madrasah diniyah TAR MUB, Sukorejo Kota Blitar, mengungkapkan bahwa warga nahdliyin atau warga Nahdlatul Ulama mempunyai keharusan responsif menghadapi perubahan sosial dengan bergerak membangkitkan peradaban Islam, namun tidak melupakan semangat untuk tetap memberi kontribusi yang mempunyai kemanfaatan umat manusia.
Meskipun mengangguk, saya belum paham sepenuhnya pengertian subtansi peradaban seperti apa yang disampaikan dalam hal ini, Yai Arif Fuadi menerangkan yang memiliki peran terhadap kemajuan suatu bangsa atau negara adalah peradaban, sedangkan zaman adalah penanda sejarah. Karena peradaban merupakan hasil pemikiran manusia berupa kemajuan perilaku manusia yaitu kemajuan fisik maupun moralitas yang meliputi kecerdasan manusia serta budayanya.
Menurut Yai Arif Fuadi, bangsa bangsa di belahan bumi tingkat peradaban tidak sama. Tingkat kebudayaan dan kecerdasan setiap bangsa berbeda, salah satu dengan perbedaan dimana bangsa Asia menjunjung tinggi norma kesantunan sedangkan bangsa Eropa menganut kebebasan berfikir, bertindak dan berpendapat.
Tetapi perbedaan peradaban tidak berpengaruh terhadap kemajuan suatu bangsa, bahkan kemajuan yang positif maupun negatif berdampak dengan bebebarengan. Yai Arif Fuadi juga memberikan contoh perkembangan pada era 4.0 atau era revolusi industri tehnologi dimana sistem cerdas dan otomatis telah ikut campur pada generasi keempat, sedangkan dampak positif dari revolusi tehnologi bila berkembang dengan cepat, maka dampak negatif juga mengikuti dengan perkembangan yang sama.
Berjalannya waktu yang telah mempengaruhi peradaban karena dari kecerdasan, Yai Arif Fuadi menandaskan Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari merupakan seorang ulama pendiri sekaligus Rais Akbar, mempunyai cita cita luhur bahwasanya Nahdlatul Ulama tidak berhenti berjuang mempersiapkan bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang baik dimata dunia serta mampu memajukan peradaban yang berkualitas, dan peradaban Islam bukan menghancurkan peradaban yang sudah ada, namun Islam merangkul peradaban yang lainnya dengan orientasi tercampurnya budaya yang berbeda, bisa tercipta menjadi sebuah budaya baru yang saling mempunyai dan memberi kontribusi.
Drs, KH Arif Fuadi, MM, MH. mempunyai pengalaman tidak hanya dibidang pendidikan formal yang pernah menjadi pengajar di STMI dan MAKNU. Semasa menjadi mahasiswa di Yogyakarta, Yai Arif Fuadi aktif di kegiatan kemahasiswaan selain menjadi senat mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijogo, juga aktif berperan di komisariat PMII MIPA UGM. Untuk pengalaman di Nahdlatul Ulama cabang Kabupaten Blitar serta banomnya, pernah memegang Wakil Katib PC NU dan Wakil Ketua PC GP Ansor.
Disinggung maju menjadi ketua pengurus cabang Nahdlatul Ulama pada konfrensi cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Blitar ke XVIII nanti, mantan Wakil Bupati Blitar yang pernah menjabat Sekretaris DPC PKB dan Ketua DPC PKB Kabupaten Blitar dimana telah mengantarkan untuk duduk sebagai Ketua Komisi B dan wakil ketua DPRD Kabupaten Blitar, Yai Arif Fuadi hanya tersenyum dan tertawa kecil sembari menyatakan bahwa semuanya tergantung dari niat, semangat dan keinginan para sahabat sahabat yang berjuang baik di majelis wakil cabang Nahdlatul Ulama atau MWC NU, maupun pengurus ranting Nahdlatul Ulama atau PRNU.
Namun Yai Arif Fuadi menuturkan pimpinan di Nahdlatul Ulama bukan lagi tampil sebagai simbol eklusif atau tokoh papan atas, akan tetapi pemimpin pada saat ini merupakan sosok yang dipercaya untuk memanggul tanggung jawab yang sangat berat, dengan penerjemahan bahwa pemimpin Nahdlatul Ulama tidak terkungkung kepentingan apapun, karena harus mampu menjawab kebutuhan umat termasuk generasi milenial seiring dengan kemajuan tehnologi yang begitu cepat, bukan hanya memahami dengan teks maupun konteks saja, akan tetapi tetap menggunakan pendekatan dengan spiritual.
Ditambahkan dalam perbincangan, mengingatkan kembali bahwasanya Nahdlatul Ulama tidak lagi sibuk dalam urusan internal baik persoalan ideologi, kaderisasi serta urusan rutinitas karena dianggap sudah sudah tuntas.Dalam usianya 100 tahun, Nahdlatul Ulama tidak hanya menempatkan pada kajian lokal, akan tetapi Nahdlatul Ulama harus hadir pada ruang yang lebih luas untuk membangun peradaban Islam, bukan dengan menghancurkan peradaban yang ada sekarang ini.(Ans)