Kediri, HarianForum.com – Jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kota Kediri mulai mengalami kenaikan saat memasuki musim penghujan di akhir tahun 2017. Selama tiga bulan terakhir terjadi lonjakan jumlah penderita lebih dari 100 persen.
Peningkatan jumlah penderita penyakit menular DB ini dipengaruhi musim hujan yang memicu perkembang biakan nyamuk aedes aigepty, penyebab DB.
Sepanjang bulan November 2017 ini, tercatat ada enam kasus DB berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Kediri. Jumlah tersebut melonjak tajam dari bulan Oktober dua kasus dan September hanya satu kasus.
Hendik Supriyanto Kasi Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Dinas Kesehatan Kota Kediri mengatakan, kasus DB ditemukan pada setiap bulan di sepanjang tahun 2017 ini.
Dari bulan Januari hingga akhir November tercatat ada 140 kasus dengan persebaran secara merata di tiga wilayah kecamatan Mojoroto, Kota dan Pesantren. Jumlah ini sebenarnya lebih sedikit bila dibandingkan tahun 2016 lalu sebesar 338 kasus, karena terjadi ledakan serangan tertinggi pada siklus lima tahunan.
“Kasus DBD terkait dengan musim. Sehinga musim penghujan ini terjadi peningkatan, meskipun tidak terlalu tinggi, tetapi bisa kita rasakan. Trend perbulan itu mulai Januari sampai sekarang hampir di semua bulan ada kasus. Menginjak bulan November ada penambahan.” Ujar Hendik, Sabtu (2/12/17).
Dilihat dari wilayah, Kecamatan Mojoroto paling endemik serangan DB. Dari total 140 kasus, 63 diantaranya berada di Kecamatan Mojoroto, disusul Kecamatan Pesantren 39 kasus dan sisanya 38 kasus di Kecamatan Kota. Data ini dipastikan terus bergerak naik pada bulan Desember 2017 ini, karena musim penghujan sedang berlangsung hingga memasuki 2018 mendatang.
Dinas Kesehatan telah melakukan berbagai langkah penanganan atas melonjaknya serangan penyakit DB ini. Bila ada temuan kasus baru, sesuai laporan dari rumah sakit, dinkes kemudian melakukan penyelidikan epidemiologi. Metode ini dilakukan untuk mengetahui tempat penularan penyakit DB.
Hendik mengungkapkan, “Kita datangi lokasi dimana DB itu muncul. Kita pastikan tempat penularannya. Sebab, kadang pasien terjangkiti DB di tempat lain, seperti kalau anak-anak di sekolah atau di tempat neneknya.”
Setelah dipastikan tempat penularan DB, Dinkes selanjutnya melaksanakan upaya pemberantasan sarang nyamuk atau yang biasa disebut dengan istilah PSN melalui program 3M Plus. Tetapi, apabila dimungkinkan untuk dilakukan pengasapan atau fogging akan dilakukan petugas secara gratis, tanpa ada pungutan biaya.
Hendik menambahkan, “Kita tetap mendahulukan promotif dan preventif untuk pencegahan dengan melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk.”
Dirinya juga menyarankan, dalam upaya pencegahan tersebut, masyarakat merubah budaya bangunan bak air di kamar mandi menjadi timba. Menurutnya timba lebih efektif untuk dibersihkan ketimbang bak air dari keramik. Sehinga, jentik nyamuk dengan mudah dibersihkan.
Penampungan air rumah tangga memang menjadi tempat perkembang biakan nyamuk. Khusus nyamuk aedes juga bisa berkembang biak di tempat alamiah seperti, lobang di pohon, tunggul bambu dan wadah lingkungan buatan di perkotaan.
Untuk kegiatan fogging atau pengasapan, seluruhnya ditanggung oleh pemerintah. Dinkes menyediakan obat insektisida, mesin dan juga tenaga fogging. Dinkes hanya meminta penderita DB patuh saat menjalani perawatan, sehingga temuan kasus DBD dapat dipantau dan ditangani oleh pemerintah.
Untuk bantuan obat-obatan seperti abate yang ditaburkan ke tempat penampungan air warga, selama ini Dinkes langsung mendistribusikan melalui puskesmas-puskesmas yang ada. Hal itu yang disampaikan Hendik.
Menurut pantauan Dinkes, kebutuhan obat-obatan sudah mencukupi. Tetapi apabila dalam prakteknya terjadi kekurangan, usulan dari masyarakat akan ditampung dan alokasinya ditambah. (Brt-Jt/Frm)