Blitar, HarianForum.com – Kepastian produk atas jaminan kesehatan, keamanan, dan keselamatan serta lingkungan, dengan lebih memilih produk yang sudah memiliki kualitas sesuai Standar Nasional Indonesia atau SNI, menjadi pilihan konsumen semakin hari semakin meningkat. Bagi Bety Wirandini perihal tersebut merupakan buah simalakama, karena satu sisi kejelian konsumen merupakan kearifan dalam menilai kualitas hasil produksi, namun disisi lainnya menjadi kendala baginya untuk bisa mengikuti kompetitor yang lebih luas.
Diungkapkan pemilik Kado Srikandi yang menjalankan usaha hasta karya atau kerajinan tangan dengan produk boneka dan produk sejenisnya, dirinya sangat mengapresisasi kebijakan konsumen terhadap standarisasi produk, meskipun hasil produksi usahanya hingga sampai saat ini belum memiliki label yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional atau BSN. Kepada Harian Forum.com (20/6), Bety mengaku hasil produknya belum memiliki SNI, bukan karena enggan atau tidak mau mengurus. Namun pengelola usaha mikro kecil dan menengah atau UMKM yang merintis usaha pembuatan boneka pada tahun 2014 ini, mengaku tidak mengerti mekanismenya dan berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan pengakuan SNI, “Memang kesadaran konsumen lebih memilih barang barang yang memenuhi SNI semakin tinggi, dan saya mengapresiasi. Sayangnya produk produk boneka kami belum memiliki SNI.Terus terang tidak memiliki SNI, kami kesulitan untuk bisa mengikuti dan mengembangkan pasar yang lebih luas. Kami bukannya tidak mau mengurus SNI, tetapi bagaimana caranya dan berapa biayanya kami tidak mengerti. Maka sangat perlunya pemerintah ikut mendampingi dan membantu kami dengan memfasilitasi untuk bisa memperoleh SNI”, ungkapnya.
Usaha mikro kecil menengah yang berlokasi di desa Tlogo, kecamatan Kanigoro, kabupaten Blitar dalam aktivitas produksinya telah mempekerjakan 6 karyawan mulai pemotongan pola, menjahit sampai bordir. Optimisme terhadap industri manufaktur kerajinan pembuatan boneka, menurutnya hasil produknya masih memiliki peluang yang luas baik di pasar domestik maupun pasar untuk luar negeri, dengan pemikiran bahwa boneka dibutuhkan tidak hanya anak-anak sebagai alat permainan, namun kalangan remaja sebagian menyukai, bahkan saat ini boneka tidak sedikit digunakan untuk souvenir maupun alat promosi.
Ditanya persoalan kendala selain standarisasi produk, Bety menyampaikan bahwa sarana berupa alat atau mesin sebagai pendukung dalam produksi miliknya saat ini dinilai sudah tidak sesuai. Dikemukakan, untuk melayani permintaan konsumen di Blitar Raya, dirinya sudah merasa kewalahan, karena mesin produksi yang digunakan masih manual, sehingga sering kali dirinya menambah waktu penyelesaian pekerjaan untuk memenuhi volume permintaan, terutama yang berkaitan dengan persoalan ketepatan waktu. “Kendala sekarang ini, kami masih menggunakan mesin potong kain, mesin jahit dan bordir secara manual, padahal pembelian secara langsung maupun pemesanan terus ada, bahkan semakin bertambah terutama pemesanan.Sehingga untuk bisa memenuhi permintaan konsumen, kami harus menambah waktu dalam pengerjaan agar bisa menyelesaikan dengan tepat, terutama soal waktu” pungkas Bety Wirandini, SH, MH.
Realitas yang terjadi, kemungkinan tidak sedikit pelaku usaha mikro kecil menengah mengalami hal yang sama dengan apa yang dialami Bety Wirandini. Persoalan syarat standarisasi produksi, perijinan, sarana pendukung produksi maupun modal, menjadi faktor terhambatnya pengembangan usaha. Tidak dikuasainya jenis usaha yang dilakukan usaha mikro kecil menengah oleh pemodal usaha besar, menjadi tanggung jawab pemerintah di daerah sebagai upaya melindungi usaha mikro kecil menengah, dengan berperan aktif mendorong terbentuknya kemitraan hingga terbangunnya jaringan antar usaha menengah dan besar dengan usaha mikro dan kecil. Selain itu pemerintah dalam memberikan dukungan anggaran untuk pemberdayaan sudah seharusnya dilakukan secara obyektif dan tepat sasaran, serta pemerintah untuk terus memberikan pendampingan bagi pelaku usaha mikro kecil menengah agar mempunyai kemampuan mengakses pembiayaan serta menguatkan kapasitas pelaku usaha.(Ans)