Berita

Mbah Satijan Pelaku Sejarah Berdirinya Banser Blitar, Terlupakan Generasi Penerusnya

352
×

Mbah Satijan Pelaku Sejarah Berdirinya Banser Blitar, Terlupakan Generasi Penerusnya

Sebarkan artikel ini

Blitar, Harian Forum.com – Mengisahkan suasana 60 tahun yang lalu, situasi Dusun Sekargadung di desa dekat pesisir selatan bila senja beranjak menuju petang, daerah pedesaan yang bertopografi pegunungan kapur di wilayah Blitar Selatan seakan-akan menjadi daerah yang tidak berpenghuni. Semua warga dusun, bila malam tiba, lebih memilih berdiam diri di dalam rumah dan menutup pintu-pintu rumahnya hingga tidak tampak satu orang pun yang beraktivitas di luar rumah.

Waktu berjalan dan semakin bertambah malam, jangkrik jantan gunung kapur mulai bersenandung keras, menarik perhatian para betina serta menunjukkan wilayah teritorialnya kepada jantan lainnya, menjadikan suasana dusun pada malam hari benar-benar terasa sepi.

Tidak ada satu pun penerangan jalan, meskipun hanya lampu minyak, sehingga Dusun Sekargadung benar-benar gelap. Mencekamnya dusun Sekargadung pada masa itu dipengaruhi oleh pergolakan politik akibat adanya gerakan-gerakan yang dilancarkan oleh partai politik beserta onderbouw-nya yang ingin mengganti ideologi Pancasila menjadi Komunisme.

“Kalau ingat pada waktu itu, tidak bisa dibayangkan lagi. Bagaimana tidak, kalau setelah Maghrib pintu rumah-rumah ditutup, tidak ada yang berani keluar karena ada informasi bahwa PKI dan Pemuda Rakyat telah merencanakan penjarahan terhadap warga serta penculikan kiai maupun tokoh masyarakat dari NU. Makanya saya terus keliling menjaga dari aksi teror yang dilancarkan oleh PKI pada waktu itu,” terang Satijan Abdullah, anggota Banser Blitar, mengawali perbincangan dengan Harian Forum.com di kediamannya, Desa Bacem, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar (28/2).

Mbah Satijan, yang saat ini berusia kurang lebih 80 tahun, mengetahui persis peristiwa dan perjalanan politik yang kelam setelah 20 tahun merdeka. Pada saat itu, Satijan Abdullah merupakan seorang pemuda dan dipastikan menjadi pelaku sejarah. Dituturkan bahwa ia masuk ke Gerakan Pemuda Ansor, salah satu badan otonom Nahdlatul Ulama, dengan niat beribadah menjaga agama, ulama, warga, serta kedaulatan negara. Hingga saat pergolakan politik semakin memanas, pendekar pencak silat yang namanya populer di Blitar ini menyatakan bergabung dengan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) pada tahun 1964.

Jauh dari pemikiran mencari keuntungan dari Barisan Ansor Serbaguna demi mengenakan pakaian seragam loreng militer pada waktu itu, Satijan Abdullah secara mandiri membeli kain drili, kemudian menyetempelnya menggunakan pelepah daun pisang yang dibaluri tinta. Bergeloranya perjuangan didasari oleh semangat para pendiri Banser yang berjuang lillahi ta’ala. Selain membela dan menjaga ulama, kiai, serta warga NU, Banser juga melindungi semua warga di luar NU yang terancam aksi-aksi kekerasan.

Tugas di Barisan Ansor Serbaguna Blitar dalam menghadapi aksi-aksi PKI beserta onderbouw-nya di Blitar Selatan sangat berat. Mbah Satijan tidak hanya dibutuhkan untuk menguatkan fisik dan olah kanuragan pemuda Ansor, tetapi para kiai juga meminta pendapat serta pertimbangannya dalam menghadapi gesekan fisik.

Dibubarkannya PKI pada tahun 1965, bergantinya Orde Baru, serta pergeseran menuju reformasi pada tahun 1999 hingga saat ini, dengan lima kali pergantian presiden, membuat Gerakan Pemuda Ansor terlihat eksis dalam pemerintahan. Yang cukup populer selain Nusron Wahid, yang menjabat sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang Indonesia, juga Saifullah Yusuf yang menduduki jabatan Menteri Sosial RI.

Disinggung mengenai hal tersebut, Satijan Abdullah menanggapi dengan tawa karena dirinya tidak mengikuti perkembangan Ansor maupun Banser. Ia menegaskan bahwa terlalu jauh untuk mengikuti perkembangan GP Ansor dan Banser di tingkat pusat. Untuk tingkat kabupaten/kota pun, Mbah Satijan juga tidak mengetahui atau mengenal kepengurusan GP Ansor di Blitar. Bahkan, ia menyampaikan bahwa kondisi saat ini sedang memanas, sehingga dirinya tidak tertarik mengikuti perkembangannya.

“Kalau dirasa saat ini panas, ya lebih panas. Dinilai dingin, belum bisa dingin, sebab semuanya mempunyai kepentingan. Jadi sekarang, kalau duduk di depan, pasti mempunyai kepentingan. Aslinya, orang NU itu niatnya berjuang jihad fi sabilillah, berjuang untuk ibadah, mencari yang benar itu bagaimana. Sekarang terserah, kalau semuanya sudah merasa benar,” pungkas Satijan Abdullah. (Ans).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *