Pertanian

Mandiri Pangan Dengan Memanfaatkan Mikroba Made In Indonesia

654
×

Mandiri Pangan Dengan Memanfaatkan Mikroba Made In Indonesia

Sebarkan artikel ini
Profesor Suryo Wiyono (depan) saat penelitian di Ciremai.

Bogor, HarianForum.com- Disampaikan Prof. Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Agr dalam siaran pers-orasi ilmiah, 17 September 2022, bahwa tantangan di dunia pertanian untuk pemenuhan kebutuhan pangan menjadi semakin besar karena meningkatnya masalah hama, penyakit dan cekaman abiotik seperti kekeringan, banjir, lahan salin, hujan asam, dan suhu ekstrem.

Ledakan hama penyakit menyebabkan kerugian seperti penurunan produksi dan penurunan pendapatan petani. Sebagai contoh pada serangan penyakit blas, kerugian sepanjang 2011-2019 sebesar 446 milyar rupiah per tahun.

Siaran pers digelar di Graha Widya Wisuda, Kampus IPB Daramaga, Bogor, Guru Besar Bidang Ilmu Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB University menambahkan, bahwasanya serangan wereng menyebabkan kerugian sebsar 1,32 triliyun rupiah per tahun. Lebih jauh, hal ini bisa menyebabkan penurunan derajat ketahanan pangan dan meningkatnya ancaman kerawanan pangan.

Terkait peningkatan hama penyakit, Prof Suryo mengemukakan khususnya di Indonesia telah terjadi penambahan jenis baru. “Selama 20 tahun terakhir dilaporkan terdapat 14 hama dan penyakit baru pada tanaman pertanian. Hama dan penyakit ini tentu saja menurunkan kualitas dan kuantitas hasil yang berakibat pada kekurangan supply pangan dan melonjaknya harga produk pertanian,” jelasnya.

Selain itu dirinya mengungkapkan, salah satu upaya yang dapat dipilih untuk menekan resiko dan ancaman ledakan hama penyakit adalah dengan memanfaatkan mikroba langsung beserta turunannya baik berupa gen, maupun senyawa kimia yang dihasilkan. Penggunaan mikroba ini dikenal dengan istilah bioprospeksi.

“Penggunaan mikroba makin meluas dan penting karena tidak hanya mampu
mengendalikan hama penyakit, namun dalam penyediaan unsur hara dan membantu tanaman dalam mengatasi cekaman abiotik seperti salinitas, suhu tinggi dan kekeringan,” ungkap peraih Anugerah Konservasi Alam 2021

Doctoral Plant Pathology and Plant Protection Univ Gottingen, Jerman juga memaparkan penggunaan mikroba dapat mengurangi penggunaan pestisida bahkan dalam beberapa kasus dapat menggantikan pestisida secara total. Misalnya pada kombinasi aplikasi Trichoderma, PGPR, Khamir Rodotorula minuta, dan Lecanicillium dalam paket teknologi mikrob intensif mampu mensubtitusi 100% penggunaan pestisida kimia sintetik pada tanaman cabai.

“Rendahnya penggunaan pestisida tentu saja dapat memberikan dampak positif pada lingkungan dan juga kesehatan. Bahkan mengurangi risiko ledakan hama penyakit yang lebih luas,” paparnya.

Mengakhiri penjelasan ilmiahnya, ahli proteksi tanaman IPB University menyampaikan, penggunaan mikroba juga dapat mengurangi dosis pupuk sintetik dengan cara meningkatkan ketersediaan hara tanah, efisiensi penyerapan hara oleh tanaman, dan mengurangi kehilangan hara.

Menurutnya, hal ini sangat penting di tengah sulitnya memproduksi pupuk karena bahan baku yang tergantung negara lain, uga penting untuk membantu petani yang makin sulit mendapatkan pupuk. Selain itu juga penting untuk mengurangi larinya uang negara ke negara lain. Pada tahun 2021 saja sebesar 2,12 milyar USD uang dibelanjakan ke negara lain untuk 8,1 juta ton bahan baku pupuk.

Dan untuk menjawab tantangan yang ada, disampaikan bioprospeksi mikroba merupakan komponen fundamental dalam mengembangkan pertanian yang modern, berproduksi tinggi, adaptif, dan berkelanjutan dengan bertumpu pada pemanfaatan sumberdaya hayati nasional.

Ancaman krisis pangan harus dijawab dan dimulai dengan penguatan produksi, Penggunaan mikroba pada perlindungan dan juga produksi tanaman menjadi salah satu cara yang penting, dari banyak percobaan yang dilakukan masalah hama, penyakit dan cekaman abiotik ini dapat dijawab dengan teknologi mikroba.

“Kita wajib memperjuangkan ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan.
Pemanfaatan sumber daya hayati nasional berupa mikroba adalah salah satu cara mewujudkannya. Sudah saatnya kita meningkatkan produksi pertanian dengan lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, tidak lagi ditergantung pada input kimia yang
sebagian besar impor,” pungkas Prof. Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Agr.(Ans)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *