Blitar, HarianForum.com- Rencana gerakan koalisi perempuan menyuarakan aspirasi akan digelar serentak di beberapa propinsi di Indonesia. Koalisi perempuan Jawa Timur, Forum Pengada Layanan (FPL), SAVY AMIRA, Koalisi Perempuan Ronggolawe WCC Tuban , Rumah Perempuan Mandiri, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, KOPRI PKC JATIM, Gaya Nusantara, IMM, GUSDURIAN, IPPI, Voice of Youth, ALIT, Jaringan Perempuan Penggerak, Sahabat Perempuan, KPI JATIM, Arek Feminis, GA4P Lamongan, Pattiro Gresik, Fatayat NU, Konde, SAPUAN Blitar, DIVA Ponorogo, WCC Pasuruan, LBH Jentera Perempuan, WCC DIAN MUTIARA Malang, dan pemerhati perempuan Eka Rahmawati, akan menggelar aksi di Gedung DPRD Jawa Timur, Selasa (17/09/2019).
Keikutsertaan Sahabat Perempuan dan Anak atau SAPUAN Blitar dalam deklarasi “Gerakan Masyarakat Jawa Timur Mendesak Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual” sebagai ungkapan kekecewaan masyarakat khususnya kaum perempuan atas tidak seriusnya atau lambatnya kinerja Panitia Kerja Komisi VIII DPR RI membahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
”Aksi desakan ini muncul karena ketua panja di DPR khusunya komisi VIII tidak serius melakukan pembahasan. Ketua panja membatalkan jadwal persidangan yang seharusnya dijadwalkan pada tanggal 3,5 dan 6 bulan ini. RUU penghapusan kekerasan seksual masuk dalam program legislasi nasional atau Prolegnas. Prioritas sebagai Usulan DPR RI sejak tahun 2016 sampai 2019, namun selama tiga tahun pembahasan hanya pada seputar judul saja, tidak ada tindak lanjut pada substansi. Sementara dari laporan yang diterima advokasi perempuan seluruh Indonesia kasus atas kekerasan seksual sejak tahun 2016-2018 telah mencapai 16.943 orang,” jelas Titim Fatmawati, ketua SAPUAN Blitar.
Menurut Titim, bahwa penundaan pembahasan RUU tersebut dianggap sebagai tindakan yang tidak menunjukkan empati pengambil kebijakan terhadap persoalan krusial yang dihadapi dan dialami oleh masyarakat. Undang – undang tentang penghapusan kekerasan pada perempuan, sangat dinantikan oleh para korban, keluarga korban, dan pendamping dalam mencari dan mendekatkan akses kebenaran, keadilan dan pemulihan khususnya bagi korban.
Titim menambahkan ”Kami meminta panja Komisi VIII DPR RI, segera melakukan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan panja Komisi VIII harus menepati janji untuk secepatnya mengesahkan RUU pada sidang paripurna. Pentingnya pembahasan rencana undang undang dan segera disahkan sebagai undang undang, bisa menjadi payung hukum yang melindungi dan menjamin hak korban, serta mengatur pemidanaan untuk pelaku. Jika tidak, sama saja legislatif yang nota bene wakil rakyat membiarkan bahkan menyetujui terjadinya kekerasan seksual” lanjutnya ”Negara dalam ambang kehancuran, jika mengabaikan terhadap persoalan yang dihadapi oleh rakyatnya, khususnya generasi masa depan bangsa Indonesia,” pungkasnya.
Desakan kepada DPR RI memang harus dilakukan karena kejahatan kekerasan terhadap perempuan semakin mengkuatirkan. Di Jawa Timur terdapat 1.588 kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak pada tahun 2018, sedangkan menurut catatan tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada tahun 2018 jumlah kasus yang dilaporkan meningkat 14%. Kasus KDRT menduduki peringkat tertinggi yaitu 9.637 kasus (71%), kasus kekerasan terhadap perempuan 16 kasus (0,1%), dan kekerasan seksual 3.915 kasus (28%).
Terdapat 3.819 kasus kekerasan seksual yang terjadi selama tahun 2018 antara lain 1.136 kasus pencabulan, 726 kasus perkosaan, 394 kasus pelecehan seksual dan 156 kasus persetubuhan.(Ans)