Berita

Ketua PPI Blitar : Mencermati Permohonan Diskualifikasi Terhadap Pasangan Pemenang Pilkada Kota Blitar 2024

19
×

Ketua PPI Blitar : Mencermati Permohonan Diskualifikasi Terhadap Pasangan Pemenang Pilkada Kota Blitar 2024

Sebarkan artikel ini

Blitar, Harian Forum.com – Kanal Youtube Mahkamah Konstitusi RI, menanyangkan persidangan Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Tahun 2024, pada Rabu (08/01). Majelis sidang yang digelar di Ruang Sidang Panel II Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) Jakarta, dipimpin wakil ketua Mahkamah Konsitusi Saldi Isra didampingi hakim konstitusi Ridwan Mansyur dan hakim konstitusi Arsul Sani.

Dalam proses persidangan, Hendi Priono salah satu kuasa hukum pasangan calon kepala daerah 2024 kota Blitar nomor urut 1 Bambang Rianto dan Bayu Setyo Kuncoro, yang tercatat menjadi pemohon dalam perkara Nomor 141/PHPU.WAKO-XXIII/2025, kepada majelis hakim Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan untuk mendiskualifikasi pasangan calon terpilih dalam pemilihan kepala daerah kota Blitar 2024 karena terkait pelanggaran money politic, dan selanjutnya pasangan pemberi kuasa pemohon dinyatakan sebagai pemenang. Selain itu Hendi Priono juga memohon agar dilakukan pemungutan suara ulang dibeberapa tps dengan alasan ditenggarai adanya pelanggaran.

“Mengenai inti permohonan kami ada dua alternatif yang mulia, dengan berbagai macam pelanggaran yang kami sampaikan mulai dari pra pelaksanaan pemungutan suara, kemudian pada hari H pelaksanaan pemungutan suara, salah satu yang kami mohonkan karena ini pelanggaran terkait dengan money politic. Kami meminta calon terpilih, didiskualifikasi dan kami dinyatakan sebagai pemenang. Kemudian alternatif kedua, sebagaimana kami uraiakan adanya berbagai pelanggaran di tps-tps yang kami sebutkan. Kami juga meminta pemungutan suara ulang di beberapa tps yang kami sebutkan,” ungkap Hendi Priono dalam video Youtube chanel Mahkamah Konstitusi RI.

Mengutip tulisan Ahmad Sulthon Zainawi pada website MKRI, Rabu 08 Januari 2025 diunggah pukul 10.14 WIB dengan memuat judul “Duga Ada Politik Uang, MK Diminta Diskualifikasi Paslon Walkot Blitar Ibin-Elim,” dimana pada website tersebut ditulis dalam dalil permohonannya, Pemohon menyebut adanya sejumlah pelanggaran yang dilakukan sebelum dan setelah pemungutan suara. Pelanggaran yang terjadi sebelum pemungutan suara, di antaranya pembagian nasi kotak (styrofoam) yang dilakukan oleh tim Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Blitar Nomor Urut 2 Syauqul Muhibbin-Elim Tyu Samba di Masjid Kementerian Agama Kabupaten Blitar dan Masjid Ussisalittakwa. Selain itu, pelanggaran yang juga dilakukan oleh Ibin-Elim, terlihat pada pembagian sembako dan uang senilai Rp.150.000,- di Perumahan Pakunden Permai.

Pada petitumnya, pemohon meminta Mahkamah untuk membatalkan dua Keputusan KPU Kota Blitar tersebut ialah karena Pasangan Syauqul-Elim melakukan pelanggaran saat pelaksanaan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota (Pilwalkot) Blitar, dimulai dari pra-pelaksanaan Pilwalkot hingga hari pelaksanaan Pilwalkot Blitar. Segala kecurangan yang dilakukan oleh Pasangan Syauqul-Elim tersebut akhirnya berpengaruh terhadap perolehan hasil Pilwalkot Blitar, khususnya perolehan hasil suara Pasangan Bambang-Bayu.

Dalam persidangan, Ketua Panel Saldi Isra mempertanyakan mengenai selisih suara antara Pemohon dengan calon terpilih. Menjawab pertanyaan tersebut, Hendi menjawab selisih suara antara Pemohon dengan Pemenenag Pilwalkot Blitar dengan Pihak Terkait adalah 6000 suara atau 6%. Artinya, selisih suara antara Pemohon dengan Pihak Terkait tidak memenuhi syarat ambang batas PHP Walkot sebagaimana yang diatur dalam Pasal 158 UU Pilkada.

Lebih jauh, Hakim Konstitusi Saldi Isra menyampaikan agar Pemohon dapat membuktikan seberapa jauh proses penentuan hasil Pilwalkot Blitar 2024 tidak dilakukan dengan benar. Hal ini dikarenakan Mahkamah tidak dapat serta-merta mengesampingkan ketentuan Pasal 158 UU Pilkada sepanjang tidak dapat dibuktikan oleh Pemohon berkenaan dengan penentuan hasil Pilwalkot.

Mengamati dinamika politik pemilihan kepala daerah kota Blitar 2024, ketua cabang Perhimpunan Pergerakan Indonesia atau PPI Blitar, Mujianto S.Sos, MSi dengan memperoleh informasi dari media massa maupun platform digital, dirinya mengaku tertarik mengikuti dan mencermati jalannya persidangan dimana pada pemilihan – pemilihan kepala daerah sebelumnya tidak pernah terjadi.

Kepada Harian Forum.com, Mujianto menyampaikan bahwa proses persidangan mahkamah konstitusi nantinya akan melalui tahapan pemeriksaan persidangan, rapat permusyawaratan hakim, pengucapan putusan serta penyerahan salinan putusan, dan kemungkinan keputusan hasil persidangan bisa diketahui publik kurang satu bulan mendatang.

Mengenai permohonan dari salah satu pasangan calon kepala daerah kepada majelis hakim konstitusi atas sengketa dalam pilkada menurutnya hal tersebut diperbolehkan selama pemohon masih berstatus warga negara Indonesia, dan mempunyai tujuan salah satunya membangun kualitas proses demokrasi.

Namun melihat permohonan untuk mendiskualifikasi calon pemenang atau calon pasangan yang memperoleh suara terbanyak pada pemilihan kepala daerah terkait adanya politik uang, ketua cabang PPI Blitar menandaskan harus ada pemikiran yang lebih bijak dari semua elemen – elemen masyarakat dalam membangun demokrasi, menciptakan pemerintahan yang mementingkan partisipasi aktif warga negara dalam pengambilan keputusan politik.

“Mahkamah Konstitusi memang mempunyai kewenangan terkait konstitusi mungkin pembubaran partai politik, hasil pemilu atau memutuskan sengketa pilkada seperti sekarang ini. Melihat persidangan dalam video yuotube, adanya permohonan kuasa hukum salah satu paslon kepala daerah untuk mendiskualifikan calon dan meminta penetapan pasangan calon lainnya untuk dimenangkan, ini yang perlu dicermati dampak sosial politik selanjutnya. Sekarang yang menjadi pertanyaan, seandainya permohonan tersebut diterima apakah hal tersebut menyelesaikan masalah, atau justru malah sebaliknya. Selisih 6 persen lebih dari 94.000 pemilih itu tidak sedikit, maka secara pribadi saya meyakini bahwa hakim akan membuat keputusan bijaksana,” tandasnya.

Disinggung adanya politik uang dalam pemilihan kepala daerah, Mujianto menuturkan semua dikembalikan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemilihan, apakah money politic hanya dilakukan oleh salah satu pasangan, atau pasangan yang lain juga melakukan hal yang sama. Menurutnya politik uang dalam pemilihan masih sulit dibuktikan secara hukum, dengan menyampaikan pendapat bahwasanya penanganan pelanggaran, terdapat dua mekanisme selain temuan juga adanya laporan. Mujianto melanjutkan, semua harus memenuhi persyaratan formil dan materil selain identitas pelapor dan terlapor, juga adanya saksi, data konkrit kejadian serta barang bukti, untuk diregistrasi dan dilakukan proses penanganan di Sentra Penegakkan Hukum Terpadu. Dirinya juga menyebut tentang barang bukti, merupakan barang yang mempunyai keterkaitan langsung dengan pelaporan.

“Kita lihat dulu apakah politik uang dilakukan oleh satu pasangan calon atau pasangan calon yang lain juga melakukan hal yang sama. Sedangkan mekanisme menjerat pelanggaran politik uang itu tidak mudah, harus ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memenuhi adanya unsur hukum, salah satunya saksi pemberi dan penerima. Informasi banyak, tetapi tidak ada laporan resmi ini sulit dilakukan penindakan. Atau mungkin misalnya ada rekaman video atau foto yang memperlihatkan adanya praktik politik uang, menurut saya belum bisa memenuhi syarat materil dalam pelaporan, akan tetapi hanya sebagai bukti petunjuk. Yang cukup sulit lagi mencari orang yang mau menjadi saksi, karena dalam pelaporan harus menyebutkan pemberi dan penerima politik uang.Sedangkan bila terbukti, baik pemberi dan penerima bisa terkena sanksi hukum dengan pidana penjara 2 tahun lebih dan denda kalau nggak salah 200 juta hingga 1 milyar,” pungkas Mujianto S.Sos, MSi.(Ans).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *