Politik dan Pemerintahan

Kemenangan Rakyat, Peralihan Kekuasaan Tanpa Kekerasan

592
×

Kemenangan Rakyat, Peralihan Kekuasaan Tanpa Kekerasan

Sebarkan artikel ini

Blitar, HarianForum.com- Keberhasilan memilih pemimpin negara dalam Pemilihan Umum atau Pemilu, konsisten memegang prinsip menjamin pemilih bisa memberikan hak suara secara langsung tanpa diskriminasi baik agama, kesukuan, ras, golongan, jenis kelamin, maupun status sosial, tidak ada upaya pemaksaan maupun tekanan. Dalam memberikan suara, keputusan pemilih tidak boleh diketahui oleh siapapun atau bersifat rahasia.

Dilakukan mengikuti peraturan perundang -undang yang berlakudalam Pemilihan Umum , baik penyelenggara, Pemerintah, Partai Politik peserta Pemilu, Pengawas Pemilu, Pemilih dan pihak yang terlibat secara tidak langsung, diharuskan memiliki sikap maupun tindakan jujur. Selain itu perlakuan yang sama, tanpa adanya tindakan memihak dan perilaku curang baik terhadap warga negara yang mempunyai hak pilih maupun kelompok masyarakat peserta Pemilu, merupakan perwujudan keberhasilan demokrasi.

Pemilu merupakan media pelaksanaan kedaulatan rakyat, dikarenakan dalam pergantian pemerintahan yang berlandaskan prinsip-prinsip nilai serta norma dasar yang mengatur sistem kekuasaan terlembaga dan dijalankan untuk mencapai tujuan bersama dalam negara, rakyat sebagai penentu legalitasnya.

Pendapat hakikat keberhasilan penyelenggaraan Pemilu, dikemukakan Oyik Rudi Hidayat, SH Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Bumi Proklamator Blitar kepada HarianForum.com, pada Selasa (13/06).

Praktisi hukum senior Blitar yang eksis mengamati dinamisasi politik, menandaskan bahwa hakikinya kemenangan warga negara, dinilai dengan berhasilnya pemilihan umum yang aspiratif dan demokratis. Oyik Rudi Hidayat menambahkan, bahwa kemenangan warga negara, pada saat terjadinya peralihan kekuasaan pemerintahan, tanpa adanya tindakan pengambilalihan dari pemegang kekuasaan secara ilegal yang dibarengi tindakan inkonstitusional pada sebuah negara dengan taktis maupun politis legitimasi pemerintahan.

“Masyarakat harus memahami bahwasanya pemilu yang diselenggarakan secara periodik, merupakan tanda bahwa rakyat telah menang. Karena Indonesia, mampu melakukan suksesi tanpa bedil bedilan, itu namanya rakyat menang. Ketika tidak ada pemilu yang periodik, dan terjadi peralihan dengan kekerasan, maka rakyat kalah. Bila rakyat mampu menyelenggarakan peralihan kekuasaan secara damai, maka pemilu itu merupakan pesta rakyat,” tandasnya.

Menjelang digelarnya pemilihan umum dengan agenda memilih anggota DPR, Presiden dan Wakil Presiden , DPD serta DPRD, terutama pada pilihan Presiden dan Wakil Presiden, mulai terdapatnya riak – riak informasi yang tidak sesuai dengan fakta dan mengarah berita bohong yang sering bermuatan fitnah yang dianggap mampu menurunkan nilai lawan, mulai berhembus di masyarakat.

Black Campaign atau kampanye hitam yang sengaja disebarkan dalam pemilihan umum, biasanya menggunakan metode selain komunikasi secara langsung dengan pemilih melalui pertemuan juga penyebaran secara acak terutama di sosial media. Pada hakikatnya kampanye juga merupakan salah satu sarana pendidikan politik.

Disinggung dengan maraknya saling menunjukkan kebencian yang terjadi pada perhelatan pemilihan umum, dirinya tidak menampik realita yang terjadi. Diakuinya bahwa tidak semua orang bisa bersikap dewasa dalam menerima perbedaan, yang diekpresikan dengan saling melempar hujatan, cacian dan cemoohan serta lainnya.

Oyik Rudi Hidayat menegaskan, adanya perihal tersebut bukan masyarakat, namun lebih cenderung pada perseorangan yang bukan bagian secara formal dari kelompok masyarakat peserta Pemilu, karena dalam Undang – aundang nomor 42 tahun 2008 tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, kampanye yang bermuatan kampanye hitam telah dilarang.

Ditambahkan Oyik , adanya perilaku tersebut karena terbentuknya fanatisme seseorang terhadap figur yang dirasakan memiliki komitmen yang kuat terhadap suatu tradisi maupun ideologi atau biasanya dikenal dengan polarisasi, dimana satu kelompok menganggap pandangan yang paling benar dan menganggap kelompok yang bersebrangan salah tidak hanya sebatas pandangan politik namun juga moralitas.

“Saya rasa itu bukan masyarakat, tapi tapi orang yang memposisikan sebagai suporter tidak resmi. Kalau bicara tentang aturan pemilu itu sudah lengkap, dengan sanksi sanksi yang terkait hal itu. Yang jelas para calon dilevel presiden selalu mewanti wanti tidak menggunakan cara yang bisa memecah belah bangsa, dan itu sudah dilakukan. Tapi ya namanya orang cinta kalau jatuhnya ke oranglain benci, biasanya berfikir dengan apa yang dilakukan bisa memenangkan calonnya,” pungkas Oyik Rudi Hidayat, SH (Ans)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *