Blitar, HarianForum.com- Merasa tertipu oleh majikannya, selama 31 bulan bekerja di negeri Jiran, namun tidak menerima haknya sepeserpun dari hampir 100 juta yang seharusnya diterima. Salah satu pekerja migran Indonesia ini akhirnya dengan keterpaksaan kembali ke kampung halamannya.
Sekembalinya dari Malaysia, warga Kedung Bunder masih terlihat menyimpan perasaan marahnya. Namun lambat laun dirinya mulai menyadari tidak ada kemanfaatan sedikitpun apabila tetap memikul emosinya. Akan tetapi dirinya juga sempat bingung dengan usaha apa untuk dapat memperoleh pendapatan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Tidak ada kata putus asa bagi warga yang berdomisili di desa Kedung Bunder, kecamatan Sutojayan, kabupaten Blitar.
Dengan menghitung efisiensi modal, maupun tersedianya sarana kerja, Syamsul Maarif mulai memutar otak untuk mencari maupun mendapatkan peluang penunjang ekonomi yang bisa dilakukan dimana dirinya tinggal, setelah 2,5 tahun hidup dan bekerja di tanah rantau. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya Syamsul menjatuhkan pilihan untuk menjadi petani jamur tiram putih.
Dalam melakukan budidaya jamur tiram, Syamsul mempunyai argumentasi. Menurutnya tanaman Pleurotus ostreatus sangat cocok dengan iklim tempat tinggalnya sehingga dirinya sangat optimis pembudidayaan jamur nantinya tidak menemui kendala yang berarti. “Untuk memulai usaha pembudidayaan jenis jamur tiram putih sebenarnya cukup efisien dalam permodalan dan bisa dilakukan pembudiyaan secara bertahap. Namun bagian yang paling sulit, membuat media tanam jamur yang telah diinokulaikan dengan bibit jamur atau biasa disebut baglog,” jelas Syamsul.
Jamur bentuk tajuknya mirip dengan kulit tiram, berwarna putih dan mempunyai bentuk setengah lingkaran, bila musim hujan Syamsul lebih merasa ringan untuk merawat tanamannya karena untuk penyiraman pada media cukup dilakukan 2 hari sekali dibanding musim kemarau, laki laki penyuka kopi sedikit gula ini harus menyirami 4 sampai 5 kali sehari. Namun baik musim hujan atau kemarau untuk volume produksi tanaman jamur tidak berubah “Rata rata bisa menghasilkan 1 kilogram untuk 10 baglog. Setiap harinya pada saat memanen, dari 70 sampai 100 baglog mampu menghasilkan 7 sampai 10 kilo gram jamur tiram putih. Sedangkan waktu panen bisa dilakukan pagi maupun sore,” tuturnya.
Usaha budidaya jamur tiram dengan skala besar, petani biasanya memproduksi baglog sendiri. Sedangkan bagi petani pemula, biasanya baglog dibeli dari pembuat bibit jamur. Syamsul Maarif, dalam membudidayakan jamur bukanlah petani pemula, profesi yang dijalani sekitar 3 tahun, tepatnya seusai pulang dari Malaysia pada tahun 2017. Saat ini Syamsul telah memiliki hampir 3000 baglog atau media tanam jamur buatannya sendiri yang dibudidayakan dan siap dipanen.
Melihat permintaan kebutuhan pasar untuk jamur tiram yang semakin hari semakin menampakkan kondisi yang signifikan, dirinya semakin ingin mengembangkan budidaya jamur.Perihal tersebut dilakukan untuk mengimbangi permintaan pasar, maka konsekuensinya dirinya juga harus memperbanyak produksi jamur. Namun upayanya pengembangan dalam produksi juga harus dibarengi dengan memperluas tempat budidaya jamur.
“Kumbung atau rumah jamur yang berfungsi untuk tempat merawat baglog maupun menumbuhkan jamur. Di dalam kumbung terdapat rak rak yang berfungsi meletakkan baglog, untuk itu kumbung harus memiliki kemampuan menjaga suhu dan kelembaban. Bahan kumbung dibuat bisa dengan bambu maupun kayu, sedangkan dindingnya bisa dibuat dari gedek atau papan kayu. Perluasan pembuatan kumbung inilah menjadi kendala yang saat ini kami hadapi,” tandas Syamsul Maarif, ditemui HarianForum.com.(Ans)