Blitar, HarianForum.com- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG, di beberapa media dengan tegas menyampaikan informasi tentang skenario terburuk, fenomena iklim terjadi bersamaan pada saat ini sedang berlangsung bersamaan dengan puncak musim hujan. Kondisi tersebut mempunyai dampak pada cuaca di wilayah Indonesia, sehingga diperlukan kewaspadaan yang tinggi adanya peningkatan potensi bencana hidrometeorologi.
Hidrometrologi merupakan bencana yang dipengaruhi oleh cuaca yang menyebabkan selain tanah longsor juga banjir seperti yang terjadi di beberapa desa di Kabupaten Blitar wilayah selatan. Pandanarum salah satu desa, yang setiap tahunnya menjadi langganan banjir di saat musim hujan. Kurang lebih 17 hektar lahan pertanian yang ditanam padi di desa tersebut, sempat terendam akibat hujan deras yang mengguyur kurang lebih selama 1 jam. Rabu (03/02).
Salah satu warga desa Pandanarum, kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, Sudarminto mengungkapkan banjir di desanya yang terjadi di setiap musim penghujan, air selalu membawa material berupa tanah lumpur.
Menurut Sudarmianto yang juga penggiat lingkungan di desanya, lumpur ikut terbawa air dari kawasan hutan yang mempunyai posisi lebih tinggi dari pada pemukiman dan lahan pertanian desa Pandanarum.
“Sekitar 1 jam hujan turun dengan deras. Biasanya kalau hujan deras terjadi di Putuk Bejo, Joko Tarub dan Dekton, hampir pasti air yang turun dari pegunungan dan menggenangi pemukiman warga termasuk seluruh areal persawahan desa Pandanarum. Tetapi sekarang sudah tidak seperti dulu kalau dapat kiriman air dari atas, air menggenang cukup lama. Sejak adanya normalisasi sungai, air surut dengan cepat. Mungkin setengah jam air bisa surut 1 meter. Kalau kami mengamati banjir yang terus terjadi setiap musim hujan, karena banyak pohon di areal hutan ditebang dan beralihnya fungsi hutan,” ungkapnya kepada HarianForum.com.
Dugaan gundulnya hutan, dengan habisnya beragam tegakan pohon pohon besar yang semakin habis karena ditebang untuk mengalih fungsikan hutan menjadi lahan tanaman produksi yang tidak mempunyai akar yang kuat menahan tanah dari gerusan air, menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir.
Semakin sedikitnya pohon pohon besar, maka akan semakin rendah juga penyerapan air kedalam tanah. Pepohonan yang tumbuh dengan rapat dan area yang luas seperti hutan, akan berfungsi menyerap air hujan. Sedangkan akar tanaman tebu merupakan jenis akar serabut, dimana akar tanaman tersebut tidak kuat menahan tanah pada saat hujan deras, sehingga tidak ada penyangga pada saat air hujan menuruni lereng kawasan hutan yang memiliki kemiringan, diduga menjadi salah satu faktor penyebab banjir
Mas’udin, kepala desa Pandanarum pada saat dikonfirmasi HarianForum.com, mengakui bahwa air dari kawasan hutan yang memiliki kemiringan mengarah ke utara atau kedesanya menyebabkan banjir, akibat pohon pohon besar di hutan terus berkurang.
Ditanya apakah pemerintah desa Pandanarum mempunyai upaya pencegahan atau meminimalisir terjadinya banjir dengan penanaman pohon di wilayah hutan. Mas’udin beragumentasi bahwa menanam pohon di kawasan hutan tidak serta merta bisa dilakukan atas nama pemerintah desa, namun dilakukan kapasitas sebagai penggiat atau aktivis lingkungan.
“Saya seringkali menanam tidak hanya setahun terakhir, sejak lama pada saat ada penanaman walaupun tidak masive karena dalam bentuk kampanye. Kalau nggak salah 2 tahun yang lalu, kita mendatangkan pak bupati untuk penanaman di sebelah selatan rumah saya ini, karena bersifat seremonial ya tidak masive,” terang Mas’udin.
Kelestarian lingkungan dan sumber daya alam di kawasan hutan masih banyak menemui permasalahan yang kompleks serta pelik dan harus dihadapi. Mengamati kondisi yang ada serta hasil dari kajian dengan beberapa penggiat lingkungan, banyaknya prespektif terhadap pemanfaatan lingkungan dan sumber daya alam yang masih bertumpu hanya pada alasan ekonomi dengan mengindahkan dampak kerusakan lingkungan. Selain itu belum kuatnya pengawasan serta penegakan hukum dengan maraknya praktik ilegal terhadap eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam maupun lingkungan.
Kemudian masih sedikit peran serta masyarakat secara aktif dengan pemikiran idealis, pentingnya melestarikan sumber daya alam dan lingkungan, sebagai warisan bagi generasi yang akan datang, serta belum berfungsinya lembaga secara optimal, adanya tumpang tindih kewenangan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan.
Kepala desa Pandanarum Mas’udin, sangat mengharapkan untuk pangkuan hutan yang berada di wilayahnya, harus dirubah kembali fungsinya. Menurutnya agar dapat mencegah, meminimalisir atau mungkin tidak terjadinya banjir di desanya, serta menjaga sumber daya alam dan lingkungan di kawasan hutan pada saat lebih banyak dikelola sebagai kawasan ekonomi, harus dirubah secepatnya menjadi kawasan hutan yang mempunyai fungsi untuk perlindungan sistem penyangga kehidupan mulai terjaganya sumber air, pencegahan banjir, erosi tanah yang terkendali serta dapat memelihara kesuburan tanah.
“Saya sebagai pemerintah desa dan sebagai putra asli desa sini, meminta kepada pemerintah agar kawasan hutan diadakan tegakan pohon pohon yang relatif, kemudian hutan berfungsi kembali sebagai hutan lindung yang permanen,” harapnya.(Ans)