Blitar, HarianForum.com- Bupati dan wakil bupati terpilih hasil dari pemilihan kepala daerah tahun 2020, bukan seorang politisi atau aktif di partai politik dan juga bukan birokrat seperti kepala daerah yang pernah memegang jabatan sebelumnya. Dalam kepemimpinan nanti, seperti apa dan bagaimana kinerjanya, sangat ditungggu oleh para penggiat sosial salah satunya BIC Institut. Perbincangan tentang misi apa yang membuat pasangan tersebut maju sebagai konstestan, latar belakang aktivitas dan profesi latar belakang organisasi dan partau politik, peta politik yang akan dihadapi di lembaga legislatif, gaya kepemimpinan di birokrasi, dan target apa yang bakal dicapai, menjadi bahan diskusi yang digelar BIC Institut, Desa Karangsono, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar (15/02).
Hadir H. Achmad Dardiri, SH, MSi dalam perbincangan serius tapi santai, mantan anggota panitia anggaran DPRD kabupaten Blitar ini, pada tahun 2009 pernah menyoroti kebijakan anggaran pemerintah kabupaten yang dianggap aneh, dengan usulan perubahan anggaran keuangan APBD 2009, terhadap pemangkasan pos anggaran bantuan perawatan untuk ibu miskin hamil. Dalam diskusi, H.Acmad Dardiri menyampaikan analisa tentang kepemimpinan kepala daerah yang berlatar belakang pengusaha dan wakil kepala daerah yang berangkat dari profesi praktisi hukum menghadapi peta politik baik di lembaga legislatif maupun jurus jurus yang digunakan dalam mengendalikan gerbong birokrasi, yang akan dilakukan pada masa jabatannya.
Dalam diskusi, menjawab lemparan pertanyaan peserta tentang kontruksi sinergitas antara kepala daerah yang didukung oleh partai pengusung sebanyak 17 kursi, dengan DPRD yang memiliki 50 kursi secara keseluruhan, dan keputusan kepala daerah melakukan diskresi serta bagaimana strategi untuk membangun kesolidan yang dapat memenuhi visi dan misi pada saat kampanye, yang dianggap publik sebagai janji.
Achmad Dardiri mempunyai pendapat yang juga sebagai jawaban, bahwasanya sinergitas antar lembaga penyelenggara pemerintahan tidak perlu dikhawatirkan selama pemerintah daerah dalam menjalankan tugas serta kewenangannya konsisten dengan kemampuan dalam pengelolaan pemerintah secara profesionalisme serta memiliki kreasi dan inovasi yang tinggi dalam meningkatkan kualitas manajemen pemerintahan.
Sedangkan adanya DPRD diperlukan untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah, peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, anggaran pendapatan belanja daerah serta kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah.
“Kalau persoalan sinergitas antara kepala daerah dan DPRD, suka atau tidak suka, harmonisasi harus tetap terbangun. Seandainya perihal tersebut tidak terjadi harmonisasi, yang paling merasakan dampaknya adalah masyarakat. Yang pasti kalau konteksnya sinergitas antara kepala daerah dengan DPRD, saling melengkapi, namun bila ini konteksnya adalah persoalan program, pasti ada kritik kritik yang berkaitan dengan kemampuan dengan aspirasi yang masuk. Sebenarnya, tinggal itu nanti bisa dikondisikan secara baik oleh birokrasi, sehingga tidak mencuat keluar bahkan menjadi isu publik, itu kalau menganut pemikiran normatif. Tapi empiriknya berbeda, di legislatif ada 50 anggota, tentunya selain kefraksian juga ada individu individu yang punya pemikiran sendiri, jadi itu variabelnya 50.Sekarang bicara birokrasi yang merupakan kepanjangan tangan dari eksekutif. Realitanya ini jauh lebih rumit daripad 50 orang di legislatif. Belum tentu bupati dan wakil bupati meskipun terpilih secara demokratis belum tentu mampu mengendalikan. Di birokrasi baik pada pimpinan yang baru maupun lama, ada “faksi” tersendiri.” terangnnya.
Melanjutkan penyampaiannya tentang kepala daerah yang membuat keputusan tanpa melalui persetujuan DPRD, atau diskresi. Achmad Dardiri menuturkan dalam menyelenggarakan pemerintah, kepala daerah sebaiknya seminimal mungkin mengambil keputusan tanpa persetujuan DPRD dengan alasan darurat atau kebutuhan masyarakat yang mendesak.
“Ada syarat syarat untuk melakukan diskresi, dan itu tidak mudah melakukan, selain harus dengan pertimbangan yang sangat urgen, sangat mendesak, dan tidak memungkinkan memakai mekanisme yang normal pada suatu kondisi yang terjadi. Diskresi istilahnya merupakan senjata pamungkas, jadi kepala daerah nantinya, jangan gampang gampang melakukan diskresi, karena keputusan tersebut, kebanyakan menabrak bahkan melawan aturan aturan atau perundang undangan yang ada,” tuturnya.
Melanjutkan penyampaian pendapatnya di forum diskusi, Ahmad Dardiri mengungkapkan “Kemampuan seorang kepala daerah untuk dapat menjaga kesolidan dalam penyelenggaraan kepemerintahan, memang harus banyak belajar langsung dengan melihat persoalan persoalan yang ada dilapangan. Tidak hanya menunggu, tetapi harus banyak melakukan komunikasi komunikasi dengan pihak pihak yang memahami persoalan perjalanan kepemerintahan secara keseluruhan. Apakah itu bidang legislatif, personal kinerja. Apalagi masa kinerja tidak sampai 4 tahun, sementara visi dan misi tidak bisa dibebet menjadi 5 tahun.Ini yang harus dicari formulanya dan dilakukan dengan menggunakan cara yang bagaimana,” ungkap H. Achmad Dardiri, SH, MSi. dengan nada bertanya.
Pada waktu dan di acara yang sama, Mujianto, S.Sos, MM direktur BIC Institut memberikan masukan dengan pemikirannya. Adanya penurunan keberdayaan ekonomi masyarakat, dampak pandemi covid 19 yang sampai saat ini masih belum berhenti. Dirinya menyampaikan perlu adanya dorongan dari pemerintah dan juga disertai dengan kebijakan yang realistis untuk sektor pertanian terutama pangan.Perihal ini menurutnya, agar benar benar diperhatikan serta disikapi secara serius.
“Sekarang masih dalam kondisi pandemi, imbasnya aktivitas ekonomi belum stabil. Maka perlu adanya dorongan untuk percepatan daya ekonomi masyarakat yang tidak hanya dipertahankan tapi ditingkatkan dengan memperkuat pondasi ekonomi lokal. Mungkin publik sudah paham kondisi pada saat ini, penyanggga perekonomian lebih banyak terfokus di tingkat konsumsi masyarakat. Maka sangat pentingnya untuk menata lebih baik sistem perniagaan termasuk penguatan rantai pasokan terutama di sektor pertanian. Usaha kecil menengah dan kelompok pemasok rantai perdagangan atau pelaku sektor pertanian, sebaiknya membentuk koperasi, selain agar mudah memperoleh modal usaha, juga dapat mengikuti perkembangan usahanya sehingga bisa meningkatan kualitas produknya serta menumbuhkan semangat untuk mandiri, membangun kerjasama para anggota yang memiliki satu tujuan memperoleh hasil yang signifikan secara bersama,” pungkas Mujianto.(Ans).