Tulungagung, HarianForum.com – Dari fotografi angkasa memberi petunjuk adanya bekas kawah dengan diameter mencapai 2 ,7 kilometer persegi.
Dikutip dari beberapa sumber informasi, gunung Budeg merupakan gunung purba yang diperkirakan telah terbentuk sekitar 3 juta tahun yang lalu. Memiliki ketinggiannya 550 Mdpl, gunung berapi non aktif yang telah melewati masa letusannya hingga saat ini, berada di desa Tanggung, kecamatan Campurdarat, kabupaten Tulungagung.
Dekat dengan daerah penemuan fosil purba homo wajakensis atau manusia wajak yang ditemukan oleh B.D. van Rietschoten, gunung yang menyimpan legenda percintaan Joko Budeg dengan Roro Kembangsore, merupakan bentangan pegunungan Sewu dengan lintasan 3 provinsi mulai dari kabupaten Gunung Kidul provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, kabupaten Wonogiri provinsi Jawa Tengah, hingga kabupaten Tulungagung provinsi Jawa Timur, yang ditetapkan oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization atau UNESCO sebagai kawasan geopark dunia.
Selain gunung Budeg, kabupaten Tulungagung memiliki potensi Geoheritage lainnya seperti gunung Tanggul, goa Tenggar, goa Wajakensis, goa Songgentong, telaga Buret maupun candi Mirigambar. Dengan pertimbangan adanya beragam potensi alam, fosil purba, peninggalan sejarah maupun budaya, pemerintah daerah setempat mengupayakan potensi warisan bumi yang berada di kabupaten Tulungagung menjadi Geo Park Nasional. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten Tulungagung, merupakan sebuah langkah dalam menjaga warisan bumi dengan menjaga kawasan yang harus tetap dilestarikan keberadaannya.
Kawasan karst, berupa bentangan pegunungan kapur dengan tebing terjal, gua alami serta sungai yang berada dibawah tanah. Tidak sedikit masyarakat memiliki pandangan pegunungan kapur, merupakan area minim potensi yang dapat dikelola untuk peningkatan sosial ekonomi. Kenyataannya kawasan pegunungan kapur memiliki daya tarik yang mempesona dengan karakteristiknya, sehingga saat ini banyak terbangun destinasi wisata alami yang dikelola oleh masyarakat.
Kebijakan pemerintah daerah kabupaten Tulungagung dalam melestarikan dan menjaga keberadaan pegunungan kapur, salah satunya gunung Budeg sangat patut mendapat apresiasi. Selain mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat dengan dukungan terbentuknya destinasi wisata, kawasan karst merupakan penampung air alami yang sangat besar. Meski terlihat pada permukaan pegunungan kapur kering, namun karst memiliki pori -pori yang dapat menyimpan air, dan secara perlahan air dilepaskan melalui mata air maupun sungai bawah tanah.Adanya suplai air dari pegunungan kapur yang stabil, pertanian yang berada di sekitar gunung kapur nyaris tidak pernah mengalami kekeringan lahan.
Disamping kawasan pegunungan kapur menjadi destinasi wisata dan penampung air alami , pegunungan karst berfungsi sebagai regulator iklim.
Dikutip dari National Geography Indonesia , editor Palupi Annisa Auliani (19/9/13 ), Dr. Eko Haryono, M.Si , geomorfolog dari Jurusan Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi UGM,
menyampaikan dalam sesi “Perspektif Iklim dalam Kajian Geomorfologi dan Hidrologi Karst” pada seminar Scientific Karst bahwa karstifikasi sendiri membutuhkan CO2 sehingga menjadi aspek yang sangat penting terhadap siklus karbon atau penyerapan karbon alam. Secara keseluruhan, kawasan karst di Jawa mampu menyerap karbon atmosfer sebesar 291.110,7 ton karbon per tahun atau setara dengan 1,16 juta ton CO2 per tahun. Besaran ini belum termasuk serapan karbon melalui fotosintesis. Fungsi karst salah satunya regulator iklim, konteksnya dengan karbon dan karst berperan dalam hal mitigasi perubahan iklim, melalui pengurangan CO2.
Geoheritage kawasan karst selain menyimpan potensi berbagai jenis hayati juga digunakan obyek edukasi, penelitian ilmiah maupun budaya. Ekologis karst juga telah menjaga keseimbangan ekosistem di kawasan karst dan lingkungan sekitarnya, termasuk goa goa yang berada di kawasan karst merupakan habibat kelelawar.Satu-satunya mamalia yang dapat terbang merupakan predator alami dan penyerbuk tanaman. Menggali sumber informasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI (01/06/11), bahwasanya kelelawar berfungsi sebagai predator alami hama pertanian dan merupakan salah satu pemakan hama utama padi. Menurut Dr. Siti Nuramaliati Prijono, Kepala Pusat Penelitian (P2) Biologi LIPI, sebagian besar kelelawar merupakan alat pengontrol biologi penyakit malaria dan Arthropods penyebar penyakit ternak. Tidak jarang pula untuk jenis Megaderma spasma dapat digunakan sebagai pembasmi biologi hama tikus. Namun, Siti mengakui bahwa kelelawar juga ditengarai dapat membawa penyakit Zoonosis, seperti rabies, hendra dan nipah.
Kelelawar memiliki peranan penting dalam keseimbangan ekosistem dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. Namun saat ini, populasi ordo Chiroptera semakin lama semakin berkurang, dampak dari eksploitasi hutan dan penambangan di wilayah pegunungan kapur seringkali tidak terkendali seiring dengan hancurnya goa-goa di hampir semua kawasan karst. (Ans)