Blitar, HarianForum.com- ”Sangat inspiratif usaha tidak untuk mewujudkan karya atau menciptakan sebuah produk, namun produsennya tidak hanya berfikir keuntungan materiil semata, tetapi masih sangat menjaga dan menghargai keharmonisan lingkungan sosial. Saya benar benar tertarik apa yang disampaikan mas Akhsin, mengembangkan ide ide inovatif dengan melakukan terobosan cemerlang dalam pengembangan usaha tanpa meninggalkan respek sosial. Belajar kebaikan untuk orang lain dan alam sekitarnya, jangan pernah ada kata puas,” tutur Dra. Farha Ciciek, MSi dalam kesannya setelah menerima penyampaian dari Akhsin Al Fata tentang konsep pengembangan Kampung Coklat tanpa meninggalkan nilai positif sosial baik dalam lingkup internal maupun lingkungan di luar perusahaan.
Aktifis perempuan yang pernah berperan aktif melakukan pendampingan pada proses pengorganisasian Aliansi Indonesia Damai AIDA untuk para korban bom di Jakarta maupun Bali, pada saat diskusi di Kampung Coklat (14/11/19), alumni filsafat di fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga kemudian melanjutkan pasca sarjana UGM ini, Farha Ciciek membeberkan konsep serta aktifitasnya yang realistis sekarang di Tanoker Ledokombo dan PKBM Madani, Jember, Jawa Timur.
Selain Akhsin Al Fata direktur Pengembangan Kampung Coklat, nampak H. Syafik Zam zam penggiat pertanian dan pimpinan sebuah lembaga pendidikan, aktivis perempuan Blitar Lilis Ana Piara dan kepala desa Gogodeso Choirul Anam ikut bergabung dalam perbincangan yang terkesan serius tapi dalam suasana santai.
Dengan lugas, Ciciek meungkapkan bahwa dirinya tetap konsinten dan terus melakukan pendampingan terhadap perempuan dan juga anak yang tinggal di desa. Dalam aktifitas pendampingannya, buruh migran dan keluarganya, paling banyak mendapat sentuhan dengan pemikiran serta tindakan untuk kemandirian ekonomi atau mendorong berwirausaha, serta meningkatan kemampuan dalam kepemimpinan.
”Perempuan harus tetap bersikap kritis dengan permasalahan yang tidak bijak , akan tetapi perempuan harus tetap menunjukkan empatinya terhadap perubahan dinamisasi situasi dan kondisi yang terjadi.Dan yang harus di terus dipertahankan oleh perempuan yaitu dengan menjaga serta menguatkan empati terhadap orang lain dengan merasa ikut atas penderitaan terhadap sesama,” pungkas Farha Ciciek.
Sementara aktivis perempuan Blitar, Lilis Ana Piara saat menyampaikan pemikiran tentang masalah perempuan yang terjadi bahwa perlu adanya advokasi untuk dapat menumbuhkan serta mendorong penguatan rasa percaya diri pada perempuan sebagai upaya menghadapi berbagai masalah yang ada. Dalam aktifitasnya di masyarakat selain di BumDesa, Ana di komunitas Srikandi Care maupun Ibu Berdaya selalu ikut mengambil peran aktif bukan hanya memberikan konsep konsep namun ikut langsung dalam berbagai kegiatan pendampingan terhadap perempuan.
Lilis Ana Piara menyampaikan bahwa seringkali perempuan merasa tidak percaya diri, dan juga merasa bahwa dirinya tidak cukup mampu memiliki potensi serta kemampuan yang signifikan. ”Masih banyak perempuan merasa tidak berdaya untuk menghadapi serta mengatasi problem yang ada, dan kondisi real tersebut diperparah dengan adanya asumsi yang hadir di tengah masyarakat, bergulirnya pemahaman sepihak bahwa kesuksesan tersebut sering berkorelasi negatif dengan perempuan,” Ana meneruskan memberikan pendapatnya ”Tapi kesuksesan hanya selalu berkorelasi positif terhadap laki laki. Pemahaman seperti inilah sebagai musuh perempuan yang utama pada umumnya, artinya perempuan harus memperlihatkan kemampuan untuk menghadapi sebuah tantangan juga permasalahan dengan kemampuan, keberdayaan serta kekuatan yang ada dalam dirinya sendiri,” jelas Ana.
Perempuan yang mempunyai rasa percaya diri tidak akan pernah merasa takut bila mengharuskan dirinya keluar dari zona aman, walaupun kepercayaan dirinya juga tidak akan melepas kodratnya sebagai perempuan. Percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki dalam menghadapi perihal yang baru, akan dijadikan sebuah pelajaran memotivasi diri agar tetap terus belajar.(Ans)