Blitar, HarianForum.com – Diungkapkan Budi Suhartono, salah satu tenaga kerja outsourcing di Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Blitar yang merasakan pahit getirnya pasca pemutusan hubungan kerja tahun 2021.Mengikuti pemberitaan dari beberapa media online, sebanyak 16 pekerja outsourcing Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ( Disbudpar ), juga 10 pekerja di Dinas Pemuda dan Olah Raga ( Dispora ) Kota Blitar, melakukan protes di legislatif untuk mengadukan adanya pemutusan hubungan kerja ( PHK ) outsourcing yang dianggap sepihak, disikapi salah satu anggota DPRD kota Blitar, yang keberatan dengan keputusan tersebut sehingga merekomendasikan kepada organisasi perangkat daerah (OPD ) yang bersangkutan untuk membatalkan.Bahkan bila perlu akan mengambil langkah politik termasuk pembentukan Panitia Khusus (Pansus), menurut Budi Suhartono tanggapan dari anggota legislatif perlu dipertanyakan kembali, dengan mengingat perihal yang sama 5 tahun yang lalu.
Tono panggilan akrab Budi Suhartono, malah sependapat dengan pernyataan mantan Walikota Blitar Samanhudi Anwar di beberapa media online yang menyinggung kembali pemutusan hubungan kerja usai pemilihan kepala daerah ( Pilkada ) 2020, yang mana berimbas dengan dirumahkannya 465 tenaga outsourcing. Meskipun sempat mendapat protes dari pekerja yang diberhentikan, namun tidak timbul gejolak yang berkelanjutan dari pihak eksekutif maupun legislatif.
“Yang memberikan surat itu dinas bukan CV, seharusnya kan CV. Kepalanya waktu itu pak Triman katanya kontraknya habis.Padahal gaji waktu itu belum beres, satu atau berapa yang belum cair tidak ingat.Pertamanya masuk di rekening 2 juta lima puluh ribu atau berapa. Terus saya ambil tinggal 700 ribu, auto debet katanya untuk apa tidak tahu. Makanya lek arep mangan ojo ngrawuk segone koncone.Koncone enak – enak mangan dirayah, sak iki ganti dirayah nesu.Dulu waktu demo dewan diam.Sudahlah nggak perlu ramai, nggak usah gaduh, sudah aman,” ungkapnya menjawab Harian Forum.com saat ditemui di kelurahan Karangtengah, kecamatan Sananwetan, kota Blitar pada Rabu (21/5).
Pemutusan hubungan kerja atau PHK sesuatu yang menakutkan bagi para pekerja outsourcing, dampaknya tidak hanya berpengaruh persoalan keuangan, namun juga harus secepatnya mencari sumber pendapatan ekonomi yang baru, hingga berbagai tekanan psikologis.Budi Suhartono, salah satu outsourcing Banpol PP di Dinas Kebudayaan Pariwisata Kota Blitar menceritakan pernah merasakan pemutusan hubungan kerja tahun 2020, sebelumnya tidak pernah ada dalam benaknya akan mengalami pemberhentian kerja.
Diceritakan Tono saat diberi surat berakhirnya bekerja, pasca pemilihan kepala daerah 2020, dirinya kaget bercampur bingung karena merasa tidak pernah membuat kesalahan dalam bekerja.Namun begitu pemberhentian kerja tetap diterima dengan kenyataan yang harus dihadapi.Tono mengaku dengan diberhentikan bekerja, ibunya ikut merasakan prihatin atas nasib yang kurang baik menimpa Budi Suhartono dengan mendalam, hingga ibunya meninggal dunia.
Saat masih outsourcing sebagai Banpol PP di Dinas Kebudayaan Pariwisata Kota Blitar, bersama istrinya Tono tinggal di sebuah rumah kontrakan.Namun di waktu berikutnya, seperti peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga, setelah diputus hubungan kerja dengan Disbudpar kota Blitar, dirinya bersama istrinya harus meninggalkan rumah kontrakan, dengan mengatakan bahwa tempat kontrakan tersebut milik tim lawan politik pada Pilkada kota Blitar tahun 2020.Sedangkan pengganti tempat tinggal belum didapatkan, sehingga selama 4 hari, Tono tidur disekitar area Taman Pecut, hingga akhirnya mendapat tawaran dari Ferry Yuswanto Panese ( almarhum )
untuk menempati rumah di Jalan Bunaken.
“Kagetlah saya di PHK, ibu saya itu memikirkan nasib saya sampai meninggal dunia.Dulu saya di gedung graha patria, dan yang saya ingat itu pada malam tahun baru 2021, saya ditelepon orang dengan nada membentak untuk segera mengembalikan kunci – kunci gedung graha patria.Saya ingat dari graha patria sampai Disbudpar dengan istri, malam – malam saya berjalan kaki mengembalikan kunci.Malam itu saya tidur di taman pecut, sedangkan kalau mencari makan didepan toko Takim itu ada kotakan makanan seperti Jum’ at berkah, setiap subuh saya ambil 4, untuk saya, istri saya dan ibu saya, itu bener ” cerita Budi Suhartono dengan mata berkaca – kaca mengenang masa lalunya.(Ans).