Blitar, HarianForum.com- Pulau Jawa terutama di wilayah timur, musim yang dikenal hanya rendheng yaitu musim penghujan yang diawali pada bulan Oktober sampai April, dan ketigo atau musim kemarau dimulai bulan April hingga pada bulan Oktober. Akan tetapi, realitanya patokan pembagian musim hujan dan musim kemarau tidak berlaku lagi untuk saat ini.
Yang terjadi dalam dua pekan, hujan dengan intensitas ringan terus mengguyur wilayah Blitar setiap hari, meskipun dalam hitungan memasuki bulan Juli atau bulan pada pertengahan tahun, yang biasanya hampir dipastikan masuk periode musim kemarau.
Kondisi musim yang tidak menentu, biasanya oleh para petani di pedesaan pada sebagian wilayah Jawa, tidak terkecuali Sumidi seorang petani yang tinggal di desa Gogodeso, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar dengan melihat kondisi yang ada, menyebutnya dengan istilah udan salah mongso atau hujan tidak pada musimnya.
Bagi Sumidi, adanya anomali musim dengan fenomena udan salah mongso atau musim yang tidak seperti biasanya, mempunyai dampak yang cukup krusial berhubungan dengan pertanian. Pada musim-musim sebelumnya, dirinya bisa memprediksi dan merencanakan untuk masa tanam dengan penanaman jenis apa yang dianggap tepat dan tumbuh dengan baik.
Dijelaskan pada musim kemarau tanaman pangan jagung biasanya ditanam, dan untuk tanaman hortikultura sayuran yang dirasa bisa tumbuh dan berproduksi dengan baik selain tomat, terong, mentimun, labu serta tanaman sayuran lainnya yang tidak membutuhkan terlalu banyak air.
Sedangkan tanaman pangan padi dan tanaman hortikultura sayuran kacang panjang, kacang hijau, cabai, serta tanaman sayuran hijau antara lain bayam, sawi, brokoli, daun selada, kubis, seledri dan masih ada beberapa tanaman sayuran hijau yang membutuhkan banyak air, sehingga tepat ditanam pada musim penghujan.
“Para petani biasanya bisa mengikuti musim hujan dan musim kemarau dengan menentukan jenis tanaman apa, nantinya bisa tumbuh dan hasilnya juga baik pada masa musim kemarau. Tetapi kenyataannya, anomali cuaca dan iklim terjadi seperti saat ini, diperkirakan hujan sudah berherti dan berganti musim kemarau ternyata tiba tiba hujan turun, sedangkan yang kita tanam saat ini merupakan tanaman untuk musim kemarau sehingga sangat berpotensi gagal produksi,” ujar sekretaris Kontak Tani Nelayan Andalan atau KTNA Kabupaten Blitar, Rabu (05/07).
Kepada HarianForum.com, Sumidi mengungkapkan merasakan kondisi petani pada saat ini tidak menguntungkan, bukan hanya karena persoalan sarana produksi dengan terbatasnya perolehan pupuk, tetapi harga jual hasil panen masih jauh dari keberpihakan untuk petani, ditambah menghadapi kondisi alam dengan musim yang tidak menentu, sehingga diperlukan langkah antisipasi secara ekstra sebagai bentuk penyelamatan terhadap tanaman pertaniannya.
Kegelisahan ketua Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya atau P4S Tani Makmur Jaya Gogodeso sangat beralasan, dikarenakan pada musim kemarau dibarengi dengan pergerakan alam yang tidak biasanya. Jenis tanaman untuk musim kemarau sudah ditanam, namun hujan masih terjadi.
Sumidi sangat mengkhawatirkan dengan adanya anomali musim, akan mendorong berkembangnya hama dan penyakit tanaman yang menyukai kondisi hujan dan panas yang berubah secara revolutif seperti saat ini.
“Yang pasti seperti sekarang ini, kami tidak mempunyai kepastian tanaman apa yang akan ditanam.Kalaupun yang kemarin sudah terlanjur ditanam, kami sudah siap menghadapi kerugian. Kondisi cuaca ekstrim sangat mempengaruhi terganggunya tanaman dengan merajalelanya hama dan penyakit tanaman,” ujar Sumidi.
“Selain itu tanah menjadi terlalu asam mengakibatkan timbulnya racun bagi tanaman. Untuk tindakan antisipasi atau pencegahan, dalam menanam diperlukan penggunaan bibit atau varietas unggul, dengan tujuan bisa mengurangi resiko dari dampak cuaca ekstrim. Menjadi sebuah tantangan yang butuh ekstra waspada,” pungkasnya.(Ans).