Uncategorized

Perjuangan Abah Musa untuk NU Blitar, Puluhan Tahun Menggandakan Hasil Bahtsul Masail pada Pengajian Ahad Wage

90
×

Perjuangan Abah Musa untuk NU Blitar, Puluhan Tahun Menggandakan Hasil Bahtsul Masail pada Pengajian Ahad Wage

Sebarkan artikel ini

Blitar, HarianForum.com – Masih diingat oleh H. Purnawan Buchori, pada tahun 1980 dalam pengajian rutin Ahad Wage yang diselenggarakan di Masjid Agung Kota Blitar, terdapat kegiatan bahtsul masail. Tradisi silaturahmi bagi warga Nahdliyin Kota maupun Kabupaten Blitar, pengajian Ahad Wage dan bahtsul masail merupakan kegiatan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Blitar seputar pembahasan serta pemecahan persoalan yang memerlukan kepastian hukum dalam agama dan belum pernah dibahas sebelumnya.

H.Purnawan Buchori, putra pertama H.Musa Ismail

H. Purnawan Buchori, putra tertua H. Musa Ismail atau yang dikenal sebagai Abah Musa, tokoh agama dan masyarakat Kota Blitar, menceritakan bahwa hampir 45 tahun yang lalu ayahnya selalu memperbanyak hasil bahtsul masail pada pengajian Ahad Wage.

Pernah membuahkan karya penulisan buku Sang Quthub Agung (2005), Perjalanan Sang Pendekar (2016), dan Jejak-Jejak Mbah Djalil (2017) yang diterbitkan oleh Pondok Pesantren PETA Tulungagung, H. Purnawan Buchori menuturkan kepada HarianForum.com di kediamannya pada Senin (4/11) bahwa H. Musa Ismail selalu memperbanyak hasil bahtsul masail dengan mencetak menggunakan mesin offset yang kemudian diberikan kepada Nahdlatul Ulama Blitar selaku panitia pengajian Ahad Wage tanpa meminta imbalan biaya. Disampaikan oleh H. Purnawan Buchori, apa yang dilakukan ayahnya tersebut adalah salah satu bentuk perjuangan untuk membesarkan Nahdlatul Ulama Blitar.

“Hasil bahtsul masail di pengajian Ahad Wage selalu diperbanyak oleh Abah. Pada tahun 1980, Abah adalah yang pertama kali memiliki mesin offset di Blitar. Jadi hasil bahtsul masail diberikan kepada Abah, kemudian diperbanyak dengan mesin offset, setelah itu diberikan kepada NU karena NU sebagai panitia pengajian Ahad Wage dan bahtsul masail. Biasanya setiap kegiatan menghabiskan enam rim kertas atau 3.000 lembar,” jelasnya.

“Saya sangat yakin Abah mencetak tanpa meminta biaya, atau istilahnya gratis, karena yang bisa dilakukan untuk NU pada waktu itu adalah mencetak dan memperbanyak hasil bahtsul masail. Yang saya ingat, terkadang pengajian sudah dimulai namun percetakan masih dalam proses, jadi Abah biasa mengejar-ngejar pengurus NU meminta hasil bahtsul masail untuk dicetak, padahal waktu itu pengajian sudah mulai,” tutur Wakil Wali Kota Blitar periode 2010-2015 itu.

H. Musa Ismail dikenal sebagai pengusaha dermawan dan sederhana di kalangan masyarakat Blitar. Pada tahun 1971, Abah Musa membuka usaha toko buku yang kemudian dikelola oleh putrinya, Hj. Rini Syarifah atau dikenal sebagai Mak Rini, Bupati Blitar periode 2021-2024. Pada pemilihan kepala daerah 2024, Mak Rini kembali mencalonkan diri sebagai Bupati Blitar berpasangan dengan calon Wakil Bupati Abdul Ghoni. Dengan kepiawaian Rini Syarifah, toko buku Restu kini berkembang menjadi pusat perbelanjaan terbesar di Blitar, yang tidak hanya menjual buku, tetapi juga peralatan kantor, sekolah, barang elektronik, komputer, dan lainnya.

Mengakhiri perbincangan, H. Purnawan Buchori menambahkan bahwa dalam kepengurusan Cabang Nahdlatul Ulama Kota Blitar saat H. Solikhin menjabat sebagai Ketua Tanfidziyah NU, H. Musa Ismail diberi kepercayaan untuk berkhidmat di Seksi Mabarrot.

Tidak seperti pepatah “ketiban durian runtuh” yang berarti mendapatkan sesuatu secara tiba-tiba, H. Purnawan Buchori, putra tertua H. Musa Ismail, dipercaya menjadi Wakil Wali Kota Blitar periode 2010-2015, sementara Hj. Rini Syarifah menjadi Bupati Blitar periode 2021-2024. Diyakini, amanah yang diemban oleh H. Purnawan Buchori dan Hj. Rini Syarifah merupakan buah dari perjuangan H. Musa Ismail dalam membesarkan Nahdlatul Ulama di Blitar.

Jasa besar H. Musa Ismail atau Abah Musa untuk Nahdlatul Ulama diakui oleh H. Arif Fuady, seorang ulama yang pernah menjabat Wakil Bupati Blitar dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blitar. H. Arif menceritakan bahwa selain menggandakan hasil bahtsul masail, H. Musa Ismail juga dekat dengan masyarakat, terutama anak muda, dan sering mengader mereka dalam bidang ekonomi dan bakat-bakat lainnya.

“Pada saat itu, kami ditugaskan oleh Rois Syuriah untuk mencetakkan hasil bahtsul masail dan menyebarkannya ke seluruh pengurus maupun warga yang hadir di pengajian Ahad Wage. Selama bertahun-tahun, yang mencetak adalah percetakan milik Pak Haji Musa. Jasa beliau besar sekali untuk NU. Bahkan, dulu saat kami masih muda di Ansor, beliau mempunyai forum untuk mengader anak-anak muda,” jelasnya.

“Seingat saya, setiap minggu sekali, kalau tidak salah malam Selasa, beliau mengundang tokoh-tokoh muda untuk dibina, terutama dalam bidang ekonomi atau bakat lainnya. Rumahnya dulu di belakang Gedung Film Dipayana, yang sekarang menjadi Blitar Square. Kami sering berkumpul di sana. Kami juga pernah bersama Pak Haji Musa saat beliau menjadi Ketua DPC PKB pertama Kota Blitar, dan saya menjadi Sekretaris DPC PKB pertama di Kabupaten Blitar,” pungkas H. Arif Fuady. (Ans).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *