Blitar, HarianForum.com – Mberang kidul, sebuah ungkapan bagi sebagian besar masyarakat Blitar untuk daerah yang berada di selatan sungai Brantas meliputi wilayah 7 kecamatan.
Meskipun bukan bentangan Pegunungan Sewu, pegunungan karst terluas di Asia Tenggara, akan tetapi kondisi geologi Blitar selatan memiliki letak secara geografis di bagian barat berbatasan dengan kabupaten Tulungagung, sedangkan bagian timur berbatasan dengan kabupaten Malang, pada umumnya berupa pegunungan kapur dengan ciri khas porositas batuannya rendah dimana air hujan yang jatuh tidak dapat disimpan di dalam tanah kapur dikarenakan pori-pori yang kecil, sehingga air melewati batuan kapur langsung mengalir ke tempat yang lebih rendah melalui sungai sungai hingga bermuara ke laut.Dengan kondisi alam yang ada, sebagian wilayah untuk pengelolaan sumber daya alam di sektor pertanian, pengairannya dilakukan dengan pemanfaatan hujan sepenuhnya sebagai sumber air atau biasa dikenal dengan lahan pertanian tadah hujan.
Merujuk dari data luas lahan pertanian yang ada pada wilayah 7 kecamatan di Blitar selatan, terdapat 51.557 hektar dengan klasifikasi lahan sawah seluas 4.396 hektar, sedangkan bukan lahan sawah 47.161 hektar.Dengan luasan lahan pertanian yang ada di wilayah Blitar selatan, dibutuhkan perhatian yang lebih serius pemangku pemerintahan kabupaten Blitar mendatang, untuk merealisasikan tidak hanya sebagai wilayah ketahanan pangan.Selain faktor alam, persoalan lingkungan yang dibuat oleh manusia dengan semakin menghilangnya beragam tegakan pohon besar seiring terjadinya alih fungsi hutan menjadi lahan tanaman produksi, diganti dengan tanaman – tanaman yang tidak mempunyai akar yang kuat untuk menyerap air kedalam tanah, pada musim kemarau cenderung terjadi kekeringan dan disaat musim hujan bencana hidrometeorologi menghantui.
Sebelum pergeseran sentralisasi menjadi desentralisasi, diperolehnya kewenangan daerah yang dapat mengatur serta mengurus berbagai kepentingan masyarakat secara mandiri berdasar pada aspirasi masyarakat atau otonomi daerah, di Blitar selatan terutama di pedesaan yang mendekati pesisir laut selatan, persoalan pengelolaan sumber daya alam tertinggal dibanding dengan pedesaan – pedesaan di bagian utara, dikarenakan tidak memadainya prasarana transportasi darat dengan minimnya pembangunan jalan di pelosok pedesaan maupun peningkatan jalan sebagai sarana penting aksesibilitas aktivitas sosial maupun ekonomi.
Bisa dirasakan sebelum otonomi daerah, pantai Serang yang berada di wilayah kecamatan Panggungrejo, dan pantai Tambakrejo masuk wilayah kecamatan Wonotirto, kabupaten Blitar, pengunjung yang datang secara signifikan terjadi hanya setahun sekali, tepatnya setiap 1 Muharam atau 1 Suro dimana pada tanggal tersebut dilaksanakan acara kearifan lokal upacara larung sesaji mengambil momentum mengawali tahun Hijriyah dan tahun Jawa.
Berjalannya waktu terjadi perubahan, pada saat ini disepanjang pesisir Blitar selatan telah tumbuh dan berkembang puluhan destinasi wisata nuansa pantai dan laut, setiap harinya selalu ada yang mengunjungi terutama hari libur.Perubahan yang ada berpengaruh aktivitas ekonomi masyarakat sekitar, selain ditunjang adanya peningkatan prasarana transpotasi darat oleh kebijakan pemerintah daerah di beberapa periode, juga terbangunnya Jalur Lintas Selatan atau JLS Jawa Timur dimana kabupaten Blitar merupakan salah satu wilayah yang dilintasi pembangunan jalur lintas selatan Jawa Timur dengan bentangan jarak sepanjang 600 kilometer, dari kabupaten Pacitan hingga Banyuwangi, telah memberikan efek positif terhadap mobilitas masyarakat pengunjung di beberapa destinasi wisata laut dan pantai.
Selain menggali potensi sumber daya alam, mendukung peran sumber daya manusia terhadap kemajuan di wilayah selatan menjadi keniscayaan bagi kepala pemerintah daerah bukan hanya sebuah retorika semata, akan tetapi berkomitmen melakukan perencanaan, pengadaan serta konsisten menjalankan pendampingan olah teknologi pertanian.Dengan terus terbukanya secara luas kawasan destinasi pariwisata di pesisir Blitar selatan, pelaku pertanian tanaman pangan maupun hortikultura diharapkan tidak lagi terkendala dengan persoalan pasca panen, yang nantinya bisa memberikan nilai ekonomi secara langsung kepada masyarakat petani hingga memacu para petani untuk melakukan inovasi peningkatan hasil produksi.(Ans).