BeritaPendidikan

79 Tahun Indonesia Merdeka, Menggelorakan Kepahlawanan Tentara PETA Di Blitar Melawan Bangsa Penindas.

140
×

79 Tahun Indonesia Merdeka, Menggelorakan Kepahlawanan Tentara PETA Di Blitar Melawan Bangsa Penindas.

Sebarkan artikel ini
Monumen PETA kota Blitar

Blitar, Harian Forum.com – “Kita yang berjuang jangan sekali-kali mengharapkan pangkat, kedudukan ataupun gaji yang tinggi,” pesan bijak Soeprijadi, pahlawan nasional dan tokoh militer Indonesia, merupakan seorang pemimpin pemberontakan bersenjata terbesar di Indonesia pada masa pendudukan militer Jepang. Di kesatuan Kyodo Boei Giyugun atau tentara sukarela Pembela Tanah Air dengan pangkat Sodancho yang disandangnya, Soeprijadi dengan gagah berani menggerakkan para pemuda di Blitar yang bergabung milisi Pembela Tanah Air atau PETA untuk melakukan pemberontakan melawan tentara Dai Nippon, dan telah menorehkan catatan sejarah perjuangan perlawanan dalam mempertahankan martabat bangsa Indonesia atas tindakan arogansi bangsa asing.

Digali dari berbagai sumber literasi, lahir di Trenggalek merupakan putra sulung dari pernikahan Raden Darmadi dengan Rahayu. Ayah Soeprijadi pernah menjabat bupati Blitar pada tahun 1945 – 1947, dan tahun 1950 – 1956 mengalir darah bangsawan Jawa yang hidup pada kultur budaya Mataraman, mempunyai sikap sebagai orang yang “andhap asor” atau rendah hati dan selalu menjaga sopan santun.

Kedatangan tentara Jepang awalnya disambut baik oleh rakyat Indonesia karena mengaku “Hakko Ichiu” atau saudara tua, dengan menebar propaganda Jepang cahaya Asia, Jepang pemimpin Asia, dan Jepang pelindung Asia yang akan mengusir penjajah Belanda dari Indonesia. Sebenarnya, Hakko Ichiu merupakan strategi militer Jepang untuk ekspansinya memperluas wilayah kekaisaran, dengan menanamkan doktrin Bushido dalam diri tentara Jepang akan kedisiplinan, bela diri, kesetiaan serta menjaga kehormatan sampai mati.

Rakyat Indonesia bukannya mendapat perlindungan dari Jepang akan tetapi justru sebaliknya, ambisius Jepang dalam mewujudkan kemakmuran bersama Asia Timur Raya membutuhkan insfrastruktur untuk kepentingan militer maupun pendukung ekonomi dengan memanfaatkan situasi perang dunia II untuk menguasai Asia Tenggara, dengan mewajibkan rakyat Indonesia kerja paksa bagi kepentingan perang yang dikenal dengan Romusha.

Dilakukan oleh Heiho, rakyat dipaksa bekerja di berbagai proyek pembangunan tanpa upah, makanan dan kesehatan yang layak yang dibarengi dengan penyiksaan, sebagai penyebab tingginya kematian rakyat Indonesia tidak terkecuali di Blitar.Kekejaman pendudukan Jepang pada perang dunia II di Indonesia tidak hanya sampai membelakukan kerja paksa atau romusha, namun tidak sedikit perempuan – perempuan Indonesia dijadikan Jugun ianfu atau wanita penghibur untuk tentara Jepang selama Perang Dunia II. Jugun ianfu merupakan wanita yang menjadi pemuas kebutuhan seksual tentara Jepang yang ada di Indonesia atau juga di negara – negara yang menjadi jajahan Jepang.

Meletusnya aksi pemberontakan yang dilakukan Shodancho Soeprijadi bersama kawan seperjuangan tentara sukarela Pembela Tanah Air di Blitar, didasari semakin tumbuhnya rasa nasionalisme yang tinggi akan harga diri sebagai anak bangsa dengan melihat berbagai perlakuan brutal Dai Nippon terhadap rakyat Indonesia.

Pendudukan Jepang tidak hanya memberikan pemandangan penderitaan rakyat, akan tetapi pendudukan tentara kekaisaran Jepang selama perang dunia II di Indonesia semakin menunjukkan arogansi dan diskriminasi dengan memberlakukan aturan terhadap anggota PETA yang mengharuskan memberikan hormat kepada tentara Jepang meskipun pangkatnya lebih rendah. Tindakan mengharuskan memberi hormat kepada tentara Jepang, telah menginjak – injak harga diri anak bangsa atas budaya keselarasan, kesopanan dan kesederhanaan yang tercipta dan selalu dijunjung tinggi oleh masyarakat Jawa tidak terkecuali juga masyarakat Blitar, hingga menjadi pemicu mendidihnya darah perlawanan anggota Pembela Tanah Air di Blitar, bangkit melakukan perlawanan terhadap militer Jepang dengan senjata perang.

Aksi pemberontakan PETA meletus pada dini hari tanggal 14 Februari 1945, dimulai dengan dikibarkannya bendera merah putih di atas barak anggota PETA merobek poster bertuliskan Indonesia Akan Merdeka diganti dengan tulisan Indonesia Sudah Merdeka, !! yang selanjutnya menembakkan mortir ke kediaman perwira maupun pejabat sipil Jepang yang berada di Blitar. Tidak hanya itu, anggota PETA yang memberontak juga memberondongkan senapan mesin ke markas kempeitai yang tidak jauh dari barak. Namun aksi heroik telah menemui kegagalan, hingga anggota PETA yang terlibat pemberontakan ditangkap kemudian diadili di Mahkamah Militer Tertinggi Jepang di Jakarta.

Dari hasil sidang, keputusan hukum pengadilan militer Jepang telah menjatuhkan sanksi hukum dengan vonis mati terhadap Chudancho dr. Ismail, Shodancho Muradi, Shodancho Suparjono, Budancho Halir Mankudijoyo, Budancho Sunanto dan Budancho Sudarmo, sedangkan nama Shudancho Suprijadi tidak pernah disebut di dalam sidang pengadilan.

Mengambil dari salah satu sumber literasi, bahwasanya Sudancho Surijadi pernah dipidanakan in absentia mempunyai arti dengan ketidakhadiran, dalam istilah hukum, pengadilan in absentia adalah merupakan upaya mengadili dan menghukum tanpa dihadiri oleh seorang terdakwa. Sedangkan dari beberapa kalangan tidak sedikit menyimpulkan, bahwasanya Shudancho Suprijadi langsung ditangkap dan dihukum mati pada suatu tempat setelah pemberontakan berhasil dihentikan oleh pemerintah Jepang.

Kota Blitar sangat layak menyandang kota Pembela Tanah Air, berdasarkan catatan perjalanan sejarah, akan keberanian pemuda – pemuda yang tergabung dalam Pembela Tanah Air atau PETA di Blitar melakukan pemberontakan bersenjata terhadap kekuatan militer dimasa pendudukan Jepang pertama kalinya, hingga menjadi inspirasi serta semangat anggota PETA dan rakyat melakukan perlawanan terhadap penjajah Jepang di daerah – daerah lain untuk meraih kemerdekaan Indonesia.Jangan sekali – kali meninggalkan sejarah, Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia !!.

Penulis : Anis Widodo wartawan Harian Forum.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *